ingin berteduh di bawah rindangmu,
mengingat kusiram dan kupupuk semasa kecil dulu
http://sastrombudeg.blogspot.com
23/02/2014
baca dulu
Tuesday 25 February 2014
Monday 24 February 2014
Kebetulan yang Betul-Betul Betul (I)
Sama halnya dengan saya, hampir pasti Anda juga pernah
mengalami suatu kejadian yang menurut Anda sendiri sebagai suatu kebetulan, kan?
Setelah lebih kurang enam jam perjalanan dari Ambarawa melalui Solo, pada dini hari menjelang subuh, bus yang kami tumpangi pun tiba di kota Surabaya. Dengan tak banyak berpikir serta pertimbangan, kami langsung menelusuri jalanan di luar terminal bus sambil mencari-cari di mana ada kantor biro perjalanan.
Tak berapa lama, terompet kapal berbunyi, tanda keberangkatan kapal dimulai.
Selepas beberapa mil dari pelabuhan, Nuansa ketegangan akibat takut ketahuan pihak otoritas pelabuhan tampak mulai luruh. Suasana telah berubah rileks. Sambil menghisap rokok masing-masing, saling tegur sapa dan basa basi mulai terjadi di antara kami.
http://sastrombudeg.blogspot.com
Demi mewujudkan rencana
perjalanan ke Kalimantan, bersama seorang kawan, pada pertengahan bulan
September tahun 1988, saya berangkat dari Ambarawa Jawa Tengah ke Surabaya
untuk mencari kapal yang dapat mengantar kami ke tempat tujuan, Tarakan
(Kalimantan Timur kala itu).
Setelah lebih kurang enam jam perjalanan dari Ambarawa melalui Solo, pada dini hari menjelang subuh, bus yang kami tumpangi pun tiba di kota Surabaya. Dengan tak banyak berpikir serta pertimbangan, kami langsung menelusuri jalanan di luar terminal bus sambil mencari-cari di mana ada kantor biro perjalanan.
Agaknya, di Surabaya ini, kami mendapat kesulitan untuk mendapatkan
kapal dagang yang bersedia membawa kami berlayar ke tujuan pada hari itu
juga.
Kami memang tidak berhasrat menggunakan kapal penumpang.
Sebuah langkah penghematan, itulah yang kami kedepankan, selain, karena kami
tidak mendapatkan informasi yang memadai perihal jadwal keberangkatan kapal
penumpang ke Tarakan.
Di sebuah biro perjalanan, sang pengelola menganjurkan bahwa
lebih baik kami menumpang pada sebuah kapal kayu yang hendak berlayar menuju
Samarinda (kapal sudah ada dan hampir kelar menaikkan muatan), dengan skenario,
sesampai di Samarinda nanti, kami dapat menyambung perjalanan ke Tarakan dengan menggunakan kapal lain.
Kami akhirnya setuju. Setelah melakukan pembayaran, saat itu
juga, dengan bermotor bonceng tiga, kami diantar menuju pelabuhan (saya lupa,
Tanjung Perak atau Kalimas).
Pada
sebuah kapal kayu yang tak begitu besar bernama “Indo Jaya”, aktivitas
menaikkan muatan sayur-mayur dan cobek dari batu telah mendekati
akhir .
Saat kami masuk ke dalam kapal tersebut (sudah barang tentu dengan cara
sembunyi-sembunyi menghindari
syahbandar), tampaklah oleh kami, beberapa orang laki-laki dan
perempuan tengah
duduk-duduk di lantai kayu bercat biru laut dalam lorong kabin kru
kapal. Kami pun masuk untuk bergabung bersama mereka.
Lengang. Kami, masing-masing adalah penumpang gelap dan para pemilik dagangan yang hendak memasarkan barangnya di wilayah Samarinda dan sekitarnya.
Lengang. Kami, masing-masing adalah penumpang gelap dan para pemilik dagangan yang hendak memasarkan barangnya di wilayah Samarinda dan sekitarnya.
Perlu diingat, bila kita melihat peta, jarak antara Surabaya
ke Samarinda, ternyata hampir sama dengan jarak Samarinda ke Tarakan.
Kelak kami baru tahu bahwa mencari kapal yang berangkat dari Samarinda ke Tarakan akan lebih sulit dibanding mencari kapal yang berangkat dari Surabaya langsung ke Tarakan. Sebab, pelabuhan Samarinda adalah sebuah pelabuhan kecil yang jauh masuk ke dalam sungai Mahakam. Hampir tidak ada pelayaran dari Samarinda ke Tarakan. Di pelabuhan Balikpapan lah bisa ditemui banyak kapal yang memiliki rute ke sana, kapal penumpang maupun barang.
Kelak kami baru tahu bahwa mencari kapal yang berangkat dari Samarinda ke Tarakan akan lebih sulit dibanding mencari kapal yang berangkat dari Surabaya langsung ke Tarakan. Sebab, pelabuhan Samarinda adalah sebuah pelabuhan kecil yang jauh masuk ke dalam sungai Mahakam. Hampir tidak ada pelayaran dari Samarinda ke Tarakan. Di pelabuhan Balikpapan lah bisa ditemui banyak kapal yang memiliki rute ke sana, kapal penumpang maupun barang.
Tak berapa lama, terompet kapal berbunyi, tanda keberangkatan kapal dimulai.
Selepas beberapa mil dari pelabuhan, Nuansa ketegangan akibat takut ketahuan pihak otoritas pelabuhan tampak mulai luruh. Suasana telah berubah rileks. Sambil menghisap rokok masing-masing, saling tegur sapa dan basa basi mulai terjadi di antara kami.
Kepada mereka kami bercerita bahwa kami ke Samarinda hanya untuk
transit dengan tujuan akhir ke Tarakan. Sang bapak pedagang cobek bertanya, di mana alamat
Tarakan-nya, kami menjawabnya di Palaran.
“Palaran-nya?”
“Kampung Kanas!” Hampir serempak kami menjawab lagi.
“Ah, kalau Kampung Kanas Palaran sih itu tempat tinggal saya,
Itu di hilir Samarinda, bukan di Tarakan!” Ujar bapak tadi dengan nada ketus dan sinis.
Kaget kami mendengar ujaran bapak tadi. Serta merta, saya
mengambil tas pakaian lalu membukanya. Saya ambil surat jalan kami dan
membacanya secara cermat.
Eit!
Benar! Di situ tertera Kampung Kanas Kecamatan Palaran Kota
Samarinda! Alangkah bodoh dan kurang telitinya kami.
Bila saja, saat masih
di Surabaya tadi, kami mendapatkan kapal ke Tarakan dan terlanjur ikut berlayar
ke sana, tak tahu apa yang akan terjadi pada kami, paling tidak, untuk
sementara waktu, kami pasti akan mengalami shock dan stres. Ini merupakan perjalanan antarpulau pertama yang kami lakukan.
Terima kasih ya
Allah! Engkau-lah yang menuntun kami melalui skenario-Mu. Skenario kami tidak ada artinya.
Sama sekali.
Sama sekali.
(catatan: enam bulan
setelah pelayaran tersebut di atas, dari koran yang saya baca kemudian, kapal “Indo Jaya” diberitakan tenggelam di Laut Jawa,
sebagian kru kapal dinyatakan hilang)
http://sastrombudeg.blogspot.com
Saturday 5 January 2013
Tidurkah Editor Bahasa (Indonesia) di Televisi Kita?
Dalam
olah bahasa Indonesia, untuk orang seperti saya, yang pernah menjalani
pendidikan di sekolah menengah pada dekade delapan puluhan, tentu masih ingat
dengan popularitas J.S. Badudu dengan acaranya "Pembinaan Bahasa
Indonesia" di TVRI.
J.S. Badudu sebagai ahli bahasa
Indonesia, dalam pengantaran materinya, siapa pun pasti sepakat perihal
kerincian, ketelitian, dan keketatan beliau dalam olah tata bahasa. Uraian dan
analisa beliau terhadap suatu kata atau kalimat terasa enak dan mudah dicerna
bagi orang awam peminat tata bahasa Indonesia seperti saya. Sebagai catatan,
selain di acara TVRI itu, saya juga mengikuti pembinaan bahasa Indonesia yang
dibawakan oleh beliau melalui majalah Intisari.
Berpijak pada pengalaman menikmati
pembinaan bahasa ala J.S. Badudu, akhir-akhir ini saya merasa sangat gelisah
dan kesal tiap kali menonton acara-acara televisi kita (mohon maaf, saya sebut di sini, salah satunya adalah
acara “Opera Van Java (OVJ)”) dengan intensitas yang tinggi, terdapat trend
penggunaan ‘-nya’ sebagai kata ganti milik (orang ketiga tunggal) yang masih
diikuti dengan penyebutan si ‘pemilik’.
Khusus untuk “OVJ”, saya menduga,
itu terjadi karena terdapat kegagalan alih dan adaptasi bahasa dari model
tontonan ‘kethoprak’ (yang didominasi oleh awak dan bahasa antaran berbasis
bahasa Jawa) ke model tontonan teater modern (yang berbasis bahasa Indonesia
baku).
Contoh:
·
“Ini sandalnya saya!” (seharusnya “Ini sandal
saya!”)
·
“Xxx kopinya orang Indonesia!” (xxx kopi
orang Indonesia)
·
“He, lama kita tidak bertemu, berapa anaknya
sekarang?” (padahal maksudnya adalah berapa anakmu sekarang?)
·
atau ada reporter yang bertanya kepada seorang
narasumbernya:
·
“Apa komentarnya melihat kejadian
tadi?” (padahal yang dimaksud adalah komentar si narasumber itu, bukan orang
lain).
Saya hanya awam bahasa Indonesia
yang berkeyakinan bahwa penggunaan ‘-nya’ dengan maksud penekanan sebagai kata
ganti milik orang ketiga tunggal seperti tersebut di atas adalah salah dan
terasuki unsur-unsur tata bahasa Jawa. Hal demikian juga sudah banyak dibahas
oleh para guru dan ahli bahasa Indonesia di berbagai forum dan media.
Saya menulis ini hanya didasari
oleh kekhawatiran bahwa bila penggunaan ‘-nya’ yang tidak pada tempatnya
tersebut dibiarkan dan tidak diingatkan secara luas, maka bukan tidak mungkin,
kelak akan menjadi suatu kebiasaan yang seolah-olah ‘sah’ dalam bahasa tutur
dan tulis kita dan dipakai mulai dari kalangan orang awam seperti saya, artis,
bahkan para birokrat, serta bertelur pada surat-surat resmi dan kedinasan.
Lebih luas, agar orang asing yang sedang belajar tata bahasa Indonesia dengan
serius tidak dibuat bingung karenanya. Hargailah bahasa kita sendiri dan tak
berhenti mempelajarinya.
Saya berharap, media massa
(terutama televisi) lebih tajam dalam edit bahasanya.
Ini hanyalah rangkaian tulisan yang
bersifat spontanitas, mohon maaf
bila terdapat salah tulis di sana sini
dan terasa ‘sok tahu’. Saya juga belum sempurna dalam bertata bahasa
Indonesia. Salam.
http://sastrombudeg.blogspot.com
Wednesday 31 August 2011
Kepada Seorang Perempuan
dan itu adalah istriku
yang tak pernah luruh dalam degradasi
seringkali, saat aku tengah memikirkan,
tapi engkau telah begitu sigap menyatakannya
ujung-ujung anak rambutmu,
aku tahu ia bercerita tentang kelelahanmu
gurun demi gurun, kuajak engkau jejaki
mungkinkah ini sebuah oase kecil berhasil kita temukan!
mari nikmati dengan syukur kurma-kurma lezat Illahi
air bening yang tersedia bukan melulu untuk menenggelam dahaga
tapi mungkin lebih dari itu:
agar wudhu kita semakin sempurna dalam ketakziman!
http://sastrombudeg.blogspot.com
yang tak pernah luruh dalam degradasi
seringkali, saat aku tengah memikirkan,
tapi engkau telah begitu sigap menyatakannya
ujung-ujung anak rambutmu,
aku tahu ia bercerita tentang kelelahanmu
gurun demi gurun, kuajak engkau jejaki
mungkinkah ini sebuah oase kecil berhasil kita temukan!
mari nikmati dengan syukur kurma-kurma lezat Illahi
air bening yang tersedia bukan melulu untuk menenggelam dahaga
tapi mungkin lebih dari itu:
agar wudhu kita semakin sempurna dalam ketakziman!
http://sastrombudeg.blogspot.com
Tuesday 16 August 2011
Anehmu
menyisirimu
dupa-dupa padam-nyala
dan asapnya menenggelam aroma
adakah yang ingin engkau tandakan
pada jaring-waktu yang terbekap di arloji
masa lalu di kelakmu?
http://sastrombudeg.blogspot.com
dupa-dupa padam-nyala
dan asapnya menenggelam aroma
adakah yang ingin engkau tandakan
pada jaring-waktu yang terbekap di arloji
masa lalu di kelakmu?
http://sastrombudeg.blogspot.com
Thursday 7 July 2011
Jika Kau Lelap di Situ ...
lalu untuk apa kau bangun ruang-ruang tanpa sekat itu
ventilasi yang mengunduh angin dan wewangian perdu
pintu-pintu besar yang anggun menyambut tetamu
....
lalu,
ningnong-ningnong di pintu pagar gerbangmu,
adakah kau dengar itu?
....
http://sastrombudeg.blogspot.com
ventilasi yang mengunduh angin dan wewangian perdu
pintu-pintu besar yang anggun menyambut tetamu
....
lalu,
ningnong-ningnong di pintu pagar gerbangmu,
adakah kau dengar itu?
....
http://sastrombudeg.blogspot.com
Saturday 4 June 2011
Baik, Baik!
baik, baik!
kutinggalkan engkau tanpa kutuk
tanpa tabik peninggalan terakhir
baik, baik!
kupergi dari rerindang misteri
melindap
hilang dari abai
baik, baik!
telah engkau ingatkan aku tentang waktu
tentang ketersesatan anak manusia
tapi jangan sebut itu kusta!
http://sastrombudeg.blogspot.com
kutinggalkan engkau tanpa kutuk
tanpa tabik peninggalan terakhir
baik, baik!
kupergi dari rerindang misteri
melindap
hilang dari abai
baik, baik!
telah engkau ingatkan aku tentang waktu
tentang ketersesatan anak manusia
tapi jangan sebut itu kusta!
http://sastrombudeg.blogspot.com
Wednesday 6 April 2011
Judulnya Nanti !
dalam rumah kedapmu,
pergolakan itu mati dengan sendirinya
menikmatimu,
angin di luar,
keributan yang tak kudengar
http://sastrombudeg.blogspot.com
pergolakan itu mati dengan sendirinya
menikmatimu,
angin di luar,
keributan yang tak kudengar
http://sastrombudeg.blogspot.com
Saturday 26 February 2011
Prelude to Act i of Die
tengah malam menujum menjarum
dan pusaran cahaya itu menembus batin nadirku
di dapurku, dengan lampu teplok senyala 2 watt
kuseduh kopi jagung dan gula tebu
di ruang tamu, tempat mengadu kegelisahan dan mimpi
bangku panjang kayu tanpa serutan itu berkencet
kulinting tembakau berbubuh serbuk tangkai cengkeh
asap itu mengepul, kopi kuseruput
aku tenggelam ….
simfoni kelima dan kesembilan beethoven,
aneh, mengalun di radio transistor “cawang”ku
mengalir di dinding papan bolong kamar gubug rentaku
di kepalaku, serasa ada landscape bergaung dari gedung orkestra itu
para seniman takluk dalam ayun lidi konduktornya
aku melihat, aku melihatnya!
angsa-angsa berenang menggigil di kolam halaman belakang kastil
di antara tulip, gadis berambut ekor kuda berlari mengejar kupu-kupu
mengayun jaring dan menangkap angin musim semi
dengan sigaret tingwe dan secangkir plastik kopi jagung itu
kesombongan selera seperti merasuk, membuta
rembulan terendam di ketuk terakhir prelude to act i of die
apa perduliku!
http://sastrombudeg.blogspot.com
Friday 25 February 2011
Astaga! Ferry dalam Foto itulah yang Terbakar!
Kemarin malam saya sulit tidur. Iseng-iseng untuk mendatangkan kantuk, saya membuka file berisi foto-foto yang pernah saya buat. Sesekali mengedit foto yang saya pandang perlu untuk melakukannya.
Beberapa foto yang saya buka adalah hasil jepretan sewaktu saya menengok anak pertama yang bersekolah di Jakarta pada sekitar tanggal delapan belas sampai dua puluh satu bulan Agustus Dua ribu sepuluh silam. Foto-foto dimaksud, di antaranya adalah hasil jepretan di atas ferry yang saya tumpangi dari Bakauheni - Merak pada antara jam sebelas sampai tiga belasan.
Sembari edit sana - edit sini, terlintaslah dalam pikiran saya akan beberapa jepretan yang terfokus pada sebuah ferry lain yang berlayar beriringan dengan ferry yang saya tumpangi tak jauh dari pelabuhan Merak. Saya penasaran, siapa tahu yang saya jepret itu adalah ferry yang terbakar pada Januari 2011 silam.
Saya buka internet dan berburu di 'Mbah Google' untuk mencari berita tentang ferry yang terbakar itu. Dan ketemu. Selesai. Nama ferry (kapal roro) sudah saya kantongi, tinggallah kini membuka lagi file foto di komputer.
Pada sebuah foto ferry, saya melakukan pembesaran gambar seperlunya ... , Astaga! Terbacalah oleh saya, di lambung ferry tertulis "Laut Teduh 2"! Sama dengan berita di 'Mbah Google' itu!
1. Ferry itu! |
Benar, ferry yang terbakar itu ternyata sama dengan yang saya bidik dari atas ferry yang saya tumpangi. Saya tertegun sejenak.
2. Ferry itu! |
Satu lagi, sekedar untuk Anda ketahui bahwa sebelum peristiwa kebakaran terjadi, salah satu foto saya dengan obyek ferry "Laut Teduh 2", ternyata jauh hari sudah nampang di blog ini! Silakan lihat di galeri sastrombudeg.
Weleh-weleh! Suatu kebetulan yang mengesankan bagi saya. Meski pun baru sekarang ingat dan menyadarinya.
----------------------------------------------------------------------------------------
3. Pelabuhan Merak Banten |
4. Pelabuhan Merak Banten |
5. Pelabuhan Merak Banten |
Keterangan:
Seluruh foto dalam postingan ini adalah koleksi pribadi sastrombudeg. Kata 'ferry ' menurut para ahli bahasa - istilah maritim - sebenarnya tidak tepat, yang benar adalah 'kapal roro'. Tetapi kata 'ferry' tetap saya pertahankan dalam artikel ini mengacu kebiasaan sebutan 'ferry' di masyarakat kita. Saya takut, dengan memakai istilah 'kapal roro', nanti timbul pertanyaan di kepala Mbahmo alias Sastrondower:
"Alangkah kaya Mbak Roro itu, punya kapal begitu banyak, mondar-mandir Bakauheni Merak!"
http://sastrombudeg.blogspot.com
Subscribe to:
Posts (Atom)