ini adalah area sempit, ruang tanpa gelar akademik, gelar keagamaan, gelar kepangkatan, gelar kehartaan, gelar kebudayaan, gelar-gelar yang mempersempit ruang nurani digelar

23/02/2014

23/02/2014

baca dulu

baca dulu
Showing posts with label puisi-puisiku. Show all posts
Showing posts with label puisi-puisiku. Show all posts

Tuesday 25 February 2014

Ingin

ingin berteduh di bawah rindangmu,
mengingat kusiram dan kupupuk semasa kecil dulu

http://sastrombudeg.blogspot.com

Wednesday 31 August 2011

Kepada Seorang Perempuan

dan itu adalah istriku
yang tak pernah luruh dalam degradasi
seringkali, saat aku tengah memikirkan,
tapi engkau telah begitu sigap menyatakannya

ujung-ujung anak rambutmu,
aku tahu ia bercerita tentang kelelahanmu
gurun demi gurun, kuajak engkau jejaki
mungkinkah ini sebuah oase kecil berhasil kita temukan!

mari nikmati dengan syukur kurma-kurma lezat Illahi
air bening yang tersedia bukan melulu untuk menenggelam dahaga
tapi mungkin lebih dari itu:
agar wudhu kita semakin sempurna dalam ketakziman!

http://sastrombudeg.blogspot.com

Thursday 7 July 2011

Jika Kau Lelap di Situ ...

lalu untuk apa kau bangun ruang-ruang tanpa sekat itu
ventilasi yang mengunduh angin dan wewangian perdu
pintu-pintu besar yang anggun menyambut tetamu
....

lalu,
ningnong-ningnong di pintu pagar gerbangmu,
adakah kau dengar itu?
....

http://sastrombudeg.blogspot.com

Saturday 26 February 2011

Prelude to Act i of Die


tengah malam menujum menjarum
dan pusaran cahaya itu menembus batin nadirku
di dapurku, dengan lampu teplok senyala 2 watt
kuseduh kopi jagung dan gula tebu

di ruang tamu, tempat mengadu kegelisahan dan mimpi
bangku panjang kayu tanpa serutan itu berkencet
kulinting tembakau berbubuh serbuk tangkai cengkeh
asap itu mengepul,  kopi kuseruput
aku tenggelam ….

simfoni kelima dan kesembilan beethoven,
aneh, mengalun di radio transistor “cawang”ku
mengalir di dinding papan bolong kamar gubug rentaku

di kepalaku, serasa ada landscape bergaung dari gedung orkestra itu
para seniman takluk dalam ayun lidi konduktornya
aku melihat, aku melihatnya!
angsa-angsa berenang menggigil di kolam halaman belakang kastil
di antara tulip, gadis berambut ekor kuda berlari mengejar kupu-kupu
mengayun jaring dan menangkap angin musim semi

dengan sigaret tingwe dan secangkir plastik kopi jagung itu
kesombongan selera seperti merasuk, membuta
rembulan terendam di ketuk terakhir prelude to act i of die
apa perduliku!

http://sastrombudeg.blogspot.com

Friday 18 February 2011

Andaikata Aku Menjadi Seorang Presiden!

andaikata aku menjadi seorang presiden:
aku akan kontrak rumah seburuk-buruk terburuk gubuk rakyatku
karena di istana pastilah aku tak bisa lelap

aku akan lepas seluruh harta bendaku
sebab jadi presiden adalah jabatan pengabdian,
bukan jadi ajang mengumpul uang bagi kelangsungan kemakmuran keturunan
dan kubagikan kepada rakyat yang paling menderita
karena aku yakin, kelak setelah tak jadi presiden pun
aku tak kan kelaparan dan kehujanan
untuk apa aku mengeluhkan tak pernah naik gaji
 
aku sadar negeriku adalah negeri pengutang
untuk itu aku malu punya hajatan besar untuk pernikahan anakku
di kua saja, cukuplah, kehormatanku tak kan berkurang sedikitpun

aku malu jika anakku harus jadi elit partai sementara aku masih menjabat presiden
bagiku, presiden adalah aku
aku milik rakyatku dan negaraku
karenanya anak istriku harus berani berkorban untuk itu
tidak ambil kesempatan menyusun kekuatan sendiri
biarlah waktu berjalan dengan sendirinya
bakat kepemimpinan anakku biarlah bersaing dengan sesama anak bangsa

aku akan bangga bila kelak ia menjadi pemimpin bukan karena aku
sebaliknya, aku akan sangat malu anakku jadi pemimpin karena
rakyat hanya memandang ia anak keturunanku!


(sebenarnya aku malu menulis kata-kata nggak bermutu ini. tapi aku sudah ingin menulis)





http://sastrombudeg.blogspot.com

Monday 24 January 2011

Selamat Pagi, Koruptor!

 selamat pagi, koruptor!
(jangan khawatir, sapa ini juga tertuju padaku)
apa lagi hari ini yang hendak kalian sayat dari negeri ini?

selamat pagi, koruptor!
(jangan khawatir, sapa ini juga tertuju padaku,
karena aku tahu, di negeri ini, koruptor merata tersebar
tapi tak pernah kita sadar)
apa lagi hari ini yang hendak kalian hisap dari puting ibu pertiwi?
susu tak lagi ada, darah telah mengering!

selamat pagi, koruptor!
hanya produksi borok-borok dan nanah  jelata yang kini tersisa,
masih tegakah untuk dijual agar kalian tambah kaya?

mungkin karena negeri ini bernama indonesia ...



http://sastrombudeg.blogspot.com

Sunday 16 January 2011

Anakku Kecewa!

aku tahu, mungkin ini bukan puisi
tapi maki!
adakah bahasa yang lebih halus dari ini tapi bisa sadarkan mereka?
bui saja nggak sanggup,
apalagi sebatas puisi atau maki,
astagfirullah!
mungkin ini hanya terjadi
di sebuah negeri bernama indonesia!
 -----------------------------------------------------------------------

anakku kecewa,
reformasi birokrasi yang dilantang-lantang menteri
di spanduk berkibaran depan kantor institusi
ternyata hanya slogan embun pagi
ternyata sorban penutup daki!

anakku mahasiswa kedinasan itu kecewa,
ketika pola pembentukan karakter calon perwira hanya mengacu
pada daulat tuan, bukan indonesia raya!
pelajaran moral di kelas berstandar ganda:
pancasila sebagai ideology dijunjung tinggi,
tapi pelanggaran terhadapnya tersirat tetap harus dimaklumi!

o….
malangnya anakku!
malangnya indonesiaku!

tetaplah dengar kata bapakmu, wahai anakku!
sekarang begitu banyak manusia memborong gelar menempel di mana-mana
bertrilyun rupiah uang indonesia membiayai beasiswa mereka ke luar negeri
tetapi indonesia tidak mendapat apa-apa....
gelar-gelar itu hanya menjadi penyambar dan pembayar jabatan apapun juga jabatannya.
gelar-gelar itu ternyata hanya membebani anggaran indonesia

para dosen tak lagi menyelamatkan indonesia masa depan
tapi tetap setia pada penyelamatan pekerjaan mereka sendiri
kemunafikan itu dibaca mahasiswa!
dan karena biaya hidup tinggi dalam perkuliahan itu
dua juta sebulan biayamu kurogoh saku dari meja sablon!
mahasiswa lalu ikut-ikutan bergaya birokrat sejati!
semoga kau dan kawan-kawanmu mengerti,!
engkau dididik untuk menjadi pelayan!
semata-mata untuk menjadi pelayan! mengapa harus bangga diri dengan status kepelayanan yang belum dijalani!

sampaikan salam tamtama sudra bapakmu ini kepada mereka!

kesombongan strata 1,…, …2, ….3,…!
memberangkus nurani keindonesiaan para muda!
keangkuhan strata 1, 2, 3 …!
menzolimi idealisme para muda!
mereka lupa, sang doctor honoris causa affandi pernah dihina keluarga basuki abdullah karena otodidaknya!
juga lupa kehebatan filosofi sudirman si guru sekolah rendah itu, bukan hasil didikan knil ningrat belanda!

anakku kecewa atas pembentukan jiwa mendasar keindonesiaan di kampusnya,
tapi anakku, bila kau harus keluar dari almamatermu sekarang,
dan pindah ke sekolah lain yang kamu harap merdeka itu,
sanggupkah dengan status kemahasiswaanmu yang baru itu
lalu engkau dapat mengubah indonesia sesuai keinginanmu (kita)?
percayalah, dekadensi ini telah merasuk di semua lini!
kita saat ini manusia kecil (saya percaya kamu tidak kerdil)
bahwa kegelisahan terhadap keindonesiaan yang seperti ini tidaklah baru kemarin sore,
iwan fals, rendra, rhoma irama, budiman sujatmiko, sudah lebih dari dua puluh lima tahun merasakannya.

ini bukan indonesia di kepala soekarno
ini bukan indonesia di kepala hatta
ini bukan indonesia di kepala soedirman
ini bukan indonesia di kepala surya paloh
ini bukan indonesia di kepala sri sultan hb ix, x
ini bukan indonesia di kepala para tetua adat budaya nusantara
ini bukan indonesia di kepala para perintis nasionalisme indonesia
yang datang dari ribuan pulau di kepulauan nusantara

pasti,
pasti,
sebentar lagi ada yang bergerak,
sebentar lagi ada yang bergerak,
pasti!

kegelisahan bapak saat aksi 98
yang harus bernyanyi padamu negeri di ladang-ladang kering tanah podsolik
di daerah transmigrasi itu
semoga tak terjadi padamu!
pesan bapak:
berangkatlah!
estafet iwan fals, rendra dan lainnya, sekarang,
sekarang bapak letakkan di pundakmu!

jangan takut!
bapak bangga bila kamu harus mati karena kebenaran itu!
bapak di sampingmu!
kitakah martir itu. kitakah martir itu!

jangan takut siksa,
jangan takut culik,
salam perwira  dari tamtama sudra!

aku tahu engkau menangisi indonesia kita (bukan indonesia mereka)
indonesia kita adalah indonesia yang merasa dibebani tangis para buruh tani dan pekerja pabrik,
orang-orang beragama yang ingin beragama secara baik-baik pula
para pintar yang ingin jadi pns tapi tak punya uang 150 juta (yang lalu dikeliti karena tak ada bukti)
para cerdas dan sehat yang ingin jadi tentara tapi tak punya uang 400-500 juta! (yang lagi-lagi juga lalu dikeliti karena tak ada bukti)

kita hidup di negeri revolusi
yang bangga dengan revolusi
tapi tertimbun oleh berkarung-karung kotoran
rezim hasil revolusi

jutaan cinta indonesia mereka (bukan indonesia kita),
aku menghitungnya,
seperti merinci najis di mata dan hatiku sendiri!


http://sastrombudeg.blogspot.com

Tuesday 11 January 2011

Terima Kasih, Tuan Indonesia!

datang di negeri tuan,
seperti menjelajahi perkuliahan di akademi paling purba di zaman ini:
kami mengikuti kuliah-kuliah umum di lapangan-lapangan terbuka, 
di gedung-gedung pengadilan, di kantor-kantor pelayanan pajak, 
advokasi friends and brothersnya, lembaga pendidikan, serta pelayanan publik lainnya,
di stasiun televisi, lembar koran, jalanan, rumah sakit, dalam penjara, ....

kami diajari korupsi dan bagaimana cara meloloskan diri ke luar negeri,
kami diajari politik dan bagaimana cara melanggengkan kekuasaan,
berpikir melulu tentang supremasi dinasti tanpa kenal malu,
kami diajari ekonomi dan bagaimana cara mengeruk keuntungan tanpa nurani
kami diajari hukum dan bagaimana cara hidup di dua tempat dalam waktu yang sama
kami diajari agama dan bagaimana cara berkotbah secara munafik
tapi tetap memperoleh rating tinggi di televisi
kami diajari bermain bola dan bagaimana cara mengatur pertandingannya
kami diajari bahasa tentang makna kata dan istilah blunder politik dan hukum, standar ganda kebijakan, oknum, manipulasi data, politisasi hukum dan sepak bola, ...
bendahara kata yang saya dapatkan terasa luber di kepala ...

kami juga tak melewatkan pentas-pentas teater budaya negeri tuan:
anekdot-anekdot petinggi hukum yang statementnya mencla-mencle, 
anggota dewan penuh perdebatan, tapi  keputusan-keputusan yang dihasilkan, ternyata berdasar analisa-analisa dan pola pikir yang tak lebih baik dari keluh kesah buruh tani tak berpendidikan, pegawai rendahan atau gelandangan yang mengais sisa makanan di tong sampah gedung dewan, atau bahkan lebih sering hasil analisanya kalah matang dari ocehan mabuk para penganggur, maling, atau perempuan nakal yang mangkal sambil minum anggur dan bermain catur.

terima kasih tuan indonesia,
engkaulah maha guru ilmu kebobrokan dan kebodohonan terbaik 
yang pernah ada di muka bumi!


http://sastrombudeg.blogspot.com

Saturday 25 December 2010

Remunerasi

(aku latah, mari terbahak bersamaku! ketika diberikan bukan berdasar perbaikan moral kesejahteraan, tapi lebih karena kebobrokan mental pelayanan)

saat pengabdian bukan lagi sebuah panggilan
(hanya menjadi pereda barisan pengangguran)
saat itu pula gaji harus diremunerasi!
(ketuk palu)

saat profesi bukan lagi sebuah pilihan
(hanya menjadi batu loncatan keluar dari kesempitan)
saat itu pula gaji harus diremunerasi!
(ketuk palu)

saat risiko bukan lagi sebuah tantangan kepahlawanan
(akibat sejarah banyak yang diplintirkan)
saat itu pula gaji harus diremunerasi!
(ketuk palu)

saat amanat bukan lagi sebuah beban
(karena agama hanya dianggap sebatas departemen kedinasan)
saat itu pula gaji harus diremunerasi!
(ketuk palu)

saat jabatan dan pangkat bukan lagi sebuah penghargaan
(karena hanya ditujukan sebagai ladang penghasilan
bawahan dikebiri sebagai pelayan dan disapiperahkan
naik pangkat dengan segepok uang)
saat itu pula gaji harus diremunerasi!
(ketuk palu)

saat nama baik bukan lagi sebuah kebanggaan dan kehormatan
(karena nama buruk cepat dilupakan dan termaklumkan)
saat itu pula gaji harus diremunerasi!
(ketuk palu)

saat hukum bukan lagi sebuah norma keadilan dan pengayoman
(karena keadilan hanya milik orang duitan dan tak ada contoh dari atasan)
saat itu pula gaji harus diremunerasi!
(ketuk palu)

saat ketulusan bukan lagi sebuah kenikmatan
(karena keikhlasan hanya dianggap sebagai barang langka dan kemunafikan)
saat itu pula gaji harus diremunerasi!
(ketuk palu)

saat remunerasi dipandang sebagai sebuah keharusan bagi mereka,
(ketuk palulah! ketuk-ketuklah!)

(mari terhanyut bersamaku!)

rakyatku!
bagi kalian yang tak berpenghasilan tak bergaji!
tak usahlah berharap terjadi remunerasi pelayanan terhadap kalian
tak usahlah lalu gigit jari dan tetaplah mengaji,
mari kita ke surau milik wak haji untuk berdzikir , bertasbih, atau berdzanzi
sedekahilah mereka dengan remunerasi rampasan hak-hak kalian
sedekahilah mereka dengan kekhusukan Istigfar kalian
sedekahilah mereka dengan keserahan Tahmid kalian
sedekahilah mereka dengan kebiusan Tasbih kalian
sedekahilah mereka dengan ketakziman Al Fatikah kalian
sedekahilah mereka dengan kekayaan Al Ikhlas kalian
sedekahilah mereka dengan kemahaan Allah kalian!
Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un....

http://sastrombudeg.blogspot.com

Friday 24 December 2010

Ramah Tamah di Balai Kota

(usai upacara bendera tujuhbelasan di halaman depan balai kota)
------------------------------------------------------------------------------------------------------
sebuah puisi
terinspirasi dari sebuah foto seorang veteran
yang tengah makan nasi bungkus di pinggir taman
seusai mengikuti upacara bendera tujuhbelasan
entah karya siapa foto itu , terima kasih
telah memberi bahan pemikiran

------------------------------------------------------------------------------------------------------

tibalah sesi ramah-tamah para pejabat dan tamu undangan.
seperti suasana pulang menang perang,
masing-masing berlaku anggun bak james bond.
berjas-dasi dan tawa-tiwi,
pin aneka medali bergelantungan tersemat di saku kanan-kiri,
termasuk mungkin didapat dari beli di senen-tak perduli,
ahai, memegang gelas berleher angsa saja seperti banci!

sementara itu, pak tua sang veteran sejati
tengah asyik menggelontor tenggorokannya dengan air mineral gelas plastikan,
duduk sendiri di emper parkir belakang mobil-mobil mereka ....

pak tua saksi pelaku sejarah palagan ambarawa,
pemegang hak pengena bintang gerilya yang juga telah hilang entah di mana,
kegerahan dengan seragam legiun kebanggaannya,
sepasang setelan hijau tua plus peci oranye itu hanya dikenakan dua kali dalam setahun (untuk upacara bendera hut ri dan hari pahlawan, dan biasanya ia turut tegak berdiri di barisan peserta, sementara para pejabat, perwira tentara dan polisi, tamu undangan, tak ketinggalan para pengusaha keturunan yang berjasa sebagai sponsor acara, tak ada sungkannya turut duduk di tribun utama).

tapi meski bangga dengan seragam legiun yang biasa tersimpan di kopor butut berdebu di kolong dipan reotnya, 
jujur ia lebih nyaman dan merdeka berkaus oblong jamuran,
terasa semriwing melekat di kulit sepuhnya....

ia hadir di lapangan upacara karena undangan resmi dari panitia tujuhbelasan yang dibawa pesuruh kantor kelurahan kemarin lusa. ia bangga. jelas bangga mendapat undangan mengikuti upacara bendera tujuh belasan di balai kota. serasa jerih payah para pejuang dihargai oleh bangsanya. cukup segitu saja kiranya, tak usah berpikir tentang kesejahteraan di sisa hidupnya, apalagi remunerasi baginya (aku latah lagi).

selanjutnya, para pejabat dan tamu digiring ke ruang lainnya,
di meja telah tersaji aneka hidangan lezat yang jelas khas bukan makanan zaman perang, persantapan basa-basi pun dimulai, masing-masing bersikap kaku karena harus menjaga tabiat sepersis priyayi. memegang sendok saja seperti memegang tahi,  jari jemari ‘cekithingan’. antara memegang dan hendak dilepaskan. penuh kehati-hatian menyuap nasi ke mulut yang terbuka hanya dua puluh lima persennya saja. gigi jangan coba-coba terlihat  tamu lainnya. konon, itulah etika resepsi makan bersama yang biasa diajarkan di  akademi calon perwira dan kursus-kursus calon pejabat negara.

di saat yang sama,  di pembatas antara parkiran dan taman di bawah pohon palem bunting, duduklah sang veteran sejati sambil menyantap nasi bungkus dengan nikmatnya,seperti menemu kelangkaan menu yang tak pernah tersaji di meja pojok dapur bedeng kontrakannya. sendok bebek plastik itu meleot, sungguh susah menggiring butiran nasi dan sambal goreng hati ke dalam mulut keriputnya.

acara seremoni dan basa-basi bubarlah sudah,
mesin mobil-mesin mobil telah dinyalakan, ac dihidupkan, para sopir pribadi dan dinas tegak takzim di samping pintu mobil yang terbuka ....

belum ada separo nasi bungkus berpindah ke perutnya, sang ajudan pak wali mengusir dengan halus agar pak tua keluar dari area. harus steril katanya. apa boleh buat, ....
sang eks gerilyawan itu pun tahu diri dan kaya akan permakluman. kemerdekaan adalah laman mandiri yang harus diperjuangkan. kemerdekaan adalah kotak-kotak tabula yang berlainan rasa dan harga, termasuk penempatannya. kemerdekaan memang bukan hadiah dari penjajah, apalagi dari pak walikota yang dalam pilkada lalu ia juga turut mencontreng fotonya!

dalam terik itu, yang terbenak bukanlah kesakithatian, tapi bayangan situasi ketika ia harus tertatih-tatih menyingkir dari sebuah tebing di tepi jalan raya antara bedono dan ngampin. kaki kanannya tertembus pecahan mortir brigade musuh.

dengan sisa kegagahannya,
sang veteran perang itu terseok, patah-patah melangkah pulang ke bedeng kontrakan,
sepasang sol sepatu milik pelanggan
hari ini harus dituntaskan....



(Catatan pribadi tentang foto ini)
aku kesal bila teringat ini!
di mana konglomerat-konglomerat itu? pengeruk ekonomi negeri yang turut diperjuangkan Bapak ini bersama kawan seperjuangan beliau?

merekakah kini yang jadi kaki tangan cina menjadi distributor produknya? membuat/memasukkan barang-barang yang tidak bermutu, barang-barang palsu untuk dicekokkan ke rakyat republik ini? di manakah ayah dan kakek mereka saat masa perjuangan dulu?

o…, dari catatan sejarah, ternyata mereka sibuk berbisnis dengan penjajah serta turut mencekik rakyat pribumi yang tengah sekarat! ketika kita merdeka, mereka juga sibuk berbisnis dengan para penguasa negeri ini. Tak terlintas di kepala mereka untuk tulus bersahabat dengan para pribumi! mereka hanyalah kaum oportunis sejati, mereka adalah orang-orang yang tidak tahu malu! mereka hanyalah orang-orang pengabdi uang! mereka itulah orang-orang yang menjadi akar korupsi negeri ini! tidak bisa dipercaya sampai kapan pun. tak ada INDONESIA RAYA di dada mereka!
indonesia, tanah air siapa ....
wahai pribumi bangkitlah. bangkitlah dengan jaringan-jaringan ekonomi kerakyatan kalian sendiri. bahu-membahulah untuk ekonomi kalian! tak ada keberpihakan dari lain pihak terhadap kalian. yang ada adalah kepentingan! kepentingan untuk memperlebar jaringan bisnis dan keturunan mereka sendiri! kepentingan memproyekkan dan melelang  kalian dari para pemegang kebijakan!

aku kesal bila teringat dan melihat ini!
 
mungkin karena negeri ini bernama indonesia ….

http://sastrombudeg.blogspot.com

Wednesday 22 December 2010

2009

badai tak terbenak
menyingkir dari puisi
lantak
hilang kata

http://sastrombudeg.blogspot.com

Sajak Perkabungan

 
aku tidak tahu engkau datang
sebab sesisir mega pun tak terbayang
dan puisi itu kutinggalkan di atas tungku
membiar dilalap api

asap yang kubenci
menggenang di dada sebelah kiri
mengendap
meresidu perjalanan jauh
titik terjauh yang tak mampu kutempuh!

http://sastrombudeg.blogspot.com

Kepada Sastrogambleh!

engkau bapak bagi yang membapakkanmu
engkau citra bagi yang mencitrakanmu
tapi kau bukan narsis!

di usia ini Nabimu diangkat menjadi Rasul Allah
adakah engkau berani menjadi rasul bagi dirimu sendiri
merasuli ketambahbaikan akhlak
merasuli ketambahbaikan iman
merasuli ketambahbaikan kebapakanmu dan kesuamianmu

engkau selalu saja menunggu momentum, tak mencarinya, atau bahkan tak menentukannya
atau hanya akan berlalu seperti ultah ketujuhbelastahunan
tuang, hingar, dan hilang!

http://sastrombudeg.blogspot.com

Serenade V

bila mahligai ini adalah sebuah kapal,
kami ingin ia setangguh pembelah karang. tiupkanlah angin buritan, agar laju mengarus menjiwa. kalaulah terjemput badai taufan, janganlah menjadi tamparan yang menenggelamkan. mohon jadikan ia pandu dalam lenting keseimbangan yang memudahkan. bilalah terlabuh pada hampar pantai penghabisan, kami ingin bertenang, murni, mengindahkan lafal agung-mu.



http://sastrombudeg.blogspot.com

Serenade IV

mengapa kita berpencar mencari kecerobohan diri
sedang di lautan telah datang badai penghabisan
tapi di luar jendela, telah terbakar hati
entah siapa yang menyalakannya
mungkin karena ketimpangan yang telah menjadi tetanus
sistemik
mendarah
membuih
membubung tinggi
pucuk-pucuk kelapa bermatian

seperti pecundang
awan melayang
renggang
lalu buyar terbungkam

kita lalu jadi terperangah menyaksikan aneka kejadian
yang hanya menyisakan isak tak berkesudahan

akankah bila terlanjur pecah
hati kita masih dapat disatukan
padahal tamparan-tamparan terlanjur pula saling menyakiti

momentum apalagi yang hendak kita ciptakan
untuk kita tunggu kesekian lama lagi?

di mana mercusuar-marcusuar itu
yang menjadi rambu bagi kapal-kapal pikiran
yang hendak berlabuh pada pantai yang salah
tempat burung-burung camar nan lelah,
disantap ular-ular sang pemangsa

http://sastrombudeg.blogspot.com

Siluet ke Berapa?

sejujurnya
ini adalah kejujuran yang jujur tak ingin kujujurkan
sebab zaman telah tua
begitu rentanya

sejujurnya
ini adalah kejujuran yang tak jujur aku lakukan
sebab waktu yang begitu pendek
untuk menjelaskan arti kejujuran yang jujur tak kujujurkan

sejujurnya
ini adalah kejujuran yang terbekap dalam sekat

http://sastrombudeg.blogspot.com

Konserto Persinggahan I-II

(tentang peron kecil sebuah stasiun kecil-versi satu)

sinyal-sinyal telah diaktifkan
kereta itu datang
terlambat seperti sediakala

peron kecil sebuah stasiun kecil
gerimis desember seperti tahun lalu
malam lengang terasa ada yang dimabukkan

persinggahan kecil di sebuah stasiun kecil
seorang perempuan muda,
dalam-dalam terakhir menghisap sigaret putihnya
diam-diam lalu menginjaknya

tak ada sapa kepada siapa
di pintu gerbong, begitu saja ia hilang terkatup
selamat jalan!

ruang-ruang kembali kosong di seberang jauh
malam mengeras
kesunyian menyelidik
di peron kecil sebuah stasiun kecil
sebuah buku gibran tergolek di bangku panjang

angin mengencang
bola lampu 18 watt meremang dikerubut laron-laron
sayap-sayap yang bergeletakan di lantai granit kusam
adalah kurung buka bagi keasingan sebuah sajak
seorang tua penjaga malam stasiun kecil
terkantuk-kantuk dengan peluit di bibirnya
ia tak berharap kereta itu datang kembali
buku ‘cinta yang agung’ gibran,
erat terdekap

















(tentang peron kecil sebuah stasiun kecil-versi dua)

tenang-tenang,
aku akan naik kembali
begitu peluit sang penjaga stasiun kecil dilengkingkan
ruang tunggu peron kecil sebuah stasiun kecil
kuharap tak ada yang tertinggal di sini
selain jejak, yang di kemudian hari juga pasti disapu kembali
atau tertutup debu-debu setelahnya

baik-baik,
aku akan kembali duduk di bangku penumpang
di gerbong tua karatan, berbercak-bercak sisa muntahan
tak juga akan kutoleh peron kecil itu sekali lagi
dari jendela kaca pecah seribu bekas lemparan batu gelandangan
sekalipun sunyinya utuh bisu menyeringai

baik-baik,
aku akan pergi dari sini
kutitip buku gibran dengan sampul terkoyak
boleh saja teronggok bisu di bangku itu untuk selamanya
tak perlu ada yang merasa memilikinya
siapa saja boleh baca
menyibak satu-dua, lalu tinggalkan sekenanya

keabadian yang kujelang
adalah kematian penutup perjalanan



http://sastrombudeg.blogspot.com

Saturday 3 April 2010

Aku di Pinggir "Zaman" Siapa (perca puisi pendek)

aku di pinggir "zaman" siapa
aku semakin 'pah-poh' saja
ini zamanmu
ini zamanmu

biar aku di pinggir saja
setia pada garis waktu
menontonmu....
menontonmu....
sekali waktu menepuktanganimu
menertawabahakimu
menangisimu

aku iri
jujur kuakui
aku iri
peninjauan, 20 pebruari 2010



embun detik – detik telah berlalu
sehati mencari cinta
yang terbuang
kala lajang menentang

sumpahku menggenang
antara darahku dan nafas
sehati kita
tak ada sejati
gelombang bukti adakah sumpah yang menutup mata
jangan sisakan hatimu pada orasi yang menggiring senja jatuh di cakrawala
buanglah sampah sampah itu
agar perjanjian ini tak dikotori oleh darah mati

menderu apapun
aktifkan saja apa yang akan diaktifkan oleh pertarungan dari
apakah kita lalu menghendaki semua ini seperti limpahan rezeki yang tak tertandingi oleh apapun juga
sehingga nalar tak berpedoman pada akhir hidup yang tak nyaman.
mari kita menikmati saja rasa yang membangkang di lubuk hati terdalam
hanya itulah yang bakal lahir
keindahan yang menjulur pada sekujur peradaban manusia

wahai sang pengembara, jejakmu tertinggal di padang
semoga seluruh titahmu terakomodasi dengan baik
peninjauan,2008-2009
Idheoth
( generasi gagal panen? )

idheoth namaku !
terlahir ketika kemapanan tengah dipetakan
aku lahir ketika revolusi belum lama diakhiri
orde baru merintis jalannya

aku tak tahu,
dalam darahku terkandung apa
aku mudah menggelegak
tapi juga mudah ciut bak pengecut

lalu
apa yang menggerakkan seluruh syarafku
aku tak juga tahu

utopia seperti menggelinding begitu saja
realita seringkali berbenturan dengannya
pembelajaran tak pernah selesai
pembentukan demikian juga

kemudian
apa songsongan yang hendak dimatikan
tak aku tahu

akulah idheoth itu
yang melanglang menindas kemerdekaan diri
yang menjelang tak pernah terjelang
yang melenggang tanpa irama gendang

idheoth namaku
tempat keberhasilan selalu terkurungkan
14 oktober 2007 riyaya kaping kalih



pada sebuah pesta
yang dialiri susu madu dusta
rakyatku berbondong melahap:
angin yang berhembuskan

seketika aku melaknatku sendiri
adakah seuntai ramalan menguntai dendam 
4/12/2009



kamis kliwon, 02 april 2009
6 bakdomulud 1942
6 rabiulakhir 1430 h

pagi itu, gugur sudah kewajibanmu menghirup debu dunia
selamat jalan, bapak! 
4/14/2009



ini sayat rindu
yang mengotori waktu
perjumpaan keadilan
dimitosi keniscayaan
sebarluaskan sayang
jelmakan menjadi …………………….
11/15/2009 22:53:45




ini dindingmu!
biar aku di luar!

berapa tegihan kau temu?

ini dindingmu
aku di luaran 
11/18/2009 12:51:35 am




onggokilah aku dengan sampahmu!
tenggorokanku masih lapang menerima waktu?
11/18/2009 12:52:46 am





pada setangkai kata
yang meruyak menjadi deretan drama
dan rumputan noktah
abjad tak berurutan
tumbuh merayapi syaraf pertumbuhan jiwa

aku bertubi
…………………. 
peninjauan, 09 nopember 2009 21:38:36


darahku tersisipi limbah rindu
entah di mana kutemu
entah ke mana arah alirmu
12/14/2009 12:14:35 am

rinduku berjulang
12/14/2009 9:55 pm

ada selongsong rindu
jatuh di pinggir jalan
adakah yang terbidik korban malam ini
ataukah hanya keisengan menepis kelam?
15 december 2009 3:48:27 pm

lautan naskahku
hilang ditelan rezim ekonomi
dan aku menganyamnya jadi sebentang mimpi
di arus keuzuran
adakah waktu
terganti
15 december 200919:55:21

kau yang menyamun
aku yang disamun
aku yang berutang
mangapa kau harus bayar
ini renik
tak pernah berbentuk manik
sejumput remah ampas kopi semalam
dan pagi mencuci gelas kotor
12/19/2009 11:57:00 pm

batu-batu nisan para pujangga
tak bicara apa-apa
karena roh sastra
menggelandang di ladang-ladang gersang
buku-buku tebu rapat tak berjeda
kerdil jagung-jagung muda

batu-batu nisan para pujangga
tak berbatu warna
sebab setiap detak waktu
adalah warna

batu-batu nisan para pujangga
tak!
12/20/2009 12:14:31 am

aku tak melihat guguran lava
berpijaran di sekeliling jiwa
angin seperti bergagang waktu
menabokiku
sepanjang waktu

badai kehadiran
itu
kutunggu
12/25/2009 3:18:50 am

sering
rencana berjalanan
12/25/2009 3:24:38 am

pada secarik keheningan
yang tercabik dari seplano kehirukpikukan
aku mengantarmu
batas pagar semampu-mampu kutembus
kabut yang berjalan beriringan
lalu berpisahan
bulu-bulu angsa yang gagal diterbangkan
berhinggapan di daunan asing
aku menyatir puisimu
menyanyikannya seperti keparauan menyayat ladang kelam kemarau panjang
tapi kedinginan musim penghujan
menyerupaimu
menyerupaimu
12/26/2009 1:34:36 am

mobilmu seperti hukum mengetuk kepala prita
sama dengan kepala rakyatmu
12/30/2009 12:32:32 am

bermandikan magma
menyeluruh
mendalam
menjiwa
menyetubuh

apimu
terkatung menyelundup
1/1/2010 4:25:55 am

aku ingin segelas kopi
dengan sepucuk sendok teh gula tebu
sebelum sinyal waktuku
1/1/2010 4:28:49 am

biusmu menyerupa
pada wajahku terstempel dogma
bilas raut banditku
adakah terekam dalam ranamu
1/1/2010 4:33:34 am

aku tak tahu
kenapa serasa harus bersiap
ditunggu waktu yang kuucap dulu?

keberanianku kuncup
anak-anak manis
menggelayut
1/1/2010 4:35:30 am

sisa mabukku menempel di seliwir
rambut di janggutku
masihkan harus bercanda tentang mati
dalam raung kepayang kelelahan
1/1/2010 4:38:47 am

ya, ini hanya gundukan dzat bernama waktu
aku mengais, menggali, melorongi, mengintimi, dan apa lagi!
inti kedalaman
di mana aku menjejak?

tapi waktu juga
menentukan lenyapnya
kesiaan itu
ujung pisau pencarianku
ujung pisau pencarianku
ujung kesiaanku!
1/3/2010 2:12:19 am

wahai ombak sang pelabuh
penyingkir karang
rumput-rumput laut
1/13/2010 1:58:07 am

jadikanlah anak-anakku
sebagai seorang polisi yang tidak berdoa dan merindukan agar ada yang melanggar hukum sehingga ada tindakan
sebagai dokter yang tidak berdoa agar selalu saja ada yang sakit sehingga ada pengobatan
sebagai guru yang tidak berdoa agar selalu ada anak-anak bodoh sehingga pendidikan tetap berjalan
sebagai ……………………..
1/13/2010 2:10:27 am

ambarawa
rel mati
ke tuntang
benteng willem i
tepi rawa pening

ambarawa
halte
penanti bus-bus tua berkepala
gelas-gelas teh yang dionggok di atas kios rokok
dihampiri dan diteguki calo dan kondektur
bangku tempat kita saling tunggu
di mana kini …

ambarawa
tak ada reuni
semua sibuk sendiri
anak-anak rangga tirta
sudah dua yang mati
gedung pemuda,
teriakan salah ucapku
masihkah mengganggu tidur kalian …

ambarawa
di terminal bus antarkota nasi rawon kemanisan
tak hangat lagi untuk dinikmati
dan panjang kidul,
pohon-pohon sawo di perempatan jalan
rumah tua, jendela-pintu kaca
buram oleh embun senja bulan desember
anakmu sudah berapa …

ambarawa
lonceng gereja jago berdentang di subuh buta
seperti supit udang harus mulai digenderangi
dan gerilyawan merayap di tebing-bukit jalan
dan tank nica bergerantangan di terang fajar tiba …

ambarawa
rinduku mati …
1/25/2010 12:43:58 am

Tuesday 23 March 2010

Mbah Tombel Masih Puasa Mbudeg

http://sastrombudeg.blogspot.com

 Ilustrasi: Foto potongan pentas Teater "Tanya" SP 5 dalam drama komedi karikatural berjudul "Juragan Repto Semprul" pada September 1997 di Rumah Dinas Bupati Ogan Komering Ulu (pemeran: T. Yuliantoro)

















mbah tombel, wajahnya tersungkur di rumpun ilalang kecoklatan. beku di antara slogan yang bergelombangan. jargon-jargon telah semesta dipetakan

matanya, mata boneka mainanku semasa kecil. ekspresi yang tak pernah terganggu apa pun.
apa pun

tak ada sengat lebah menggelinjangkannya. tak ada gigit semut dalam gendang telinganya

ia belum mati
ia belum mati
lebih baik begitu
lebih baik begitu!
apa pedulimu!
(peninjauan, dinihari, 17 pebruari 2010)


diamnya,
kelok sungai landai air mengalir
kepasrahan menuju muara terbawah
penyu, lokan, dan nener
menyambut kebekuan seperti biasa

diamnya,
menampik suara-suara muka bumi
yang telah jauh menggaung di dinding dalam telinganya

adakah dapat kau tawarkan hening walau secawan?
agar diamnya tak lagi hanya karena menunggu padam!
(peninjauan, dinihari, 18 pebruari 2010)