ini adalah area sempit, ruang tanpa gelar akademik, gelar keagamaan, gelar kepangkatan, gelar kehartaan, gelar kebudayaan, gelar-gelar yang mempersempit ruang nurani digelar

23/02/2014

23/02/2014

baca dulu

baca dulu

Saturday 26 February 2011

Prelude to Act i of Die


tengah malam menujum menjarum
dan pusaran cahaya itu menembus batin nadirku
di dapurku, dengan lampu teplok senyala 2 watt
kuseduh kopi jagung dan gula tebu

di ruang tamu, tempat mengadu kegelisahan dan mimpi
bangku panjang kayu tanpa serutan itu berkencet
kulinting tembakau berbubuh serbuk tangkai cengkeh
asap itu mengepul,  kopi kuseruput
aku tenggelam ….

simfoni kelima dan kesembilan beethoven,
aneh, mengalun di radio transistor “cawang”ku
mengalir di dinding papan bolong kamar gubug rentaku

di kepalaku, serasa ada landscape bergaung dari gedung orkestra itu
para seniman takluk dalam ayun lidi konduktornya
aku melihat, aku melihatnya!
angsa-angsa berenang menggigil di kolam halaman belakang kastil
di antara tulip, gadis berambut ekor kuda berlari mengejar kupu-kupu
mengayun jaring dan menangkap angin musim semi

dengan sigaret tingwe dan secangkir plastik kopi jagung itu
kesombongan selera seperti merasuk, membuta
rembulan terendam di ketuk terakhir prelude to act i of die
apa perduliku!

http://sastrombudeg.blogspot.com

Friday 25 February 2011

Astaga! Ferry dalam Foto itulah yang Terbakar!

Kemarin malam saya sulit tidur. Iseng-iseng untuk mendatangkan kantuk, saya membuka file berisi foto-foto yang pernah saya buat. Sesekali mengedit foto yang saya pandang perlu untuk melakukannya.

Beberapa foto yang saya buka adalah hasil jepretan sewaktu saya menengok anak pertama yang bersekolah di Jakarta pada sekitar tanggal delapan belas sampai dua puluh satu bulan Agustus Dua ribu sepuluh silam. Foto-foto dimaksud, di antaranya adalah hasil jepretan di atas ferry yang saya tumpangi dari Bakauheni - Merak pada antara jam sebelas sampai tiga belasan.

Sembari edit sana - edit sini,  terlintaslah dalam pikiran saya akan beberapa jepretan yang terfokus pada sebuah ferry lain yang berlayar beriringan dengan ferry yang saya tumpangi tak jauh dari pelabuhan Merak. Saya penasaran, siapa tahu yang saya jepret itu adalah ferry yang terbakar pada Januari 2011 silam.

Saya buka internet dan berburu di 'Mbah Google' untuk mencari berita tentang ferry yang terbakar itu. Dan ketemu.  Selesai.  Nama ferry (kapal roro) sudah saya kantongi, tinggallah kini membuka lagi file foto di komputer.

Pada sebuah foto ferry, saya melakukan pembesaran gambar seperlunya ... , Astaga! Terbacalah oleh saya, di lambung ferry tertulis "Laut Teduh 2"! Sama dengan berita di 'Mbah Google' itu!

1. Ferry itu!

Benar, ferry yang terbakar itu ternyata sama dengan yang saya bidik dari atas ferry yang saya tumpangi. Saya tertegun sejenak.

2. Ferry itu!

Satu lagi, sekedar untuk Anda ketahui bahwa sebelum peristiwa kebakaran terjadi,  salah satu foto saya dengan obyek ferry  "Laut Teduh 2",  ternyata jauh hari sudah  nampang  di blog ini! Silakan lihat di galeri sastrombudeg.

Weleh-weleh! Suatu kebetulan yang mengesankan bagi saya. Meski pun baru sekarang ingat dan menyadarinya.

----------------------------------------------------------------------------------------
3. Pelabuhan Merak Banten
4. Pelabuhan Merak Banten
5. Pelabuhan Merak Banten

Keterangan:  
Seluruh foto dalam postingan ini adalah koleksi pribadi sastrombudeg. Kata 'ferry ' menurut para ahli bahasa - istilah maritim - sebenarnya tidak tepat, yang benar adalah 'kapal roro'. Tetapi kata 'ferry' tetap saya pertahankan dalam artikel ini mengacu kebiasaan sebutan 'ferry' di masyarakat kita. Saya takut, dengan memakai istilah 'kapal roro', nanti timbul pertanyaan di kepala Mbahmo alias Sastrondower: 

"Alangkah kaya Mbak Roro itu, punya kapal begitu banyak, mondar-mandir Bakauheni Merak!"


http://sastrombudeg.blogspot.com

Friday 18 February 2011

Andaikata Aku Menjadi Seorang Presiden!

andaikata aku menjadi seorang presiden:
aku akan kontrak rumah seburuk-buruk terburuk gubuk rakyatku
karena di istana pastilah aku tak bisa lelap

aku akan lepas seluruh harta bendaku
sebab jadi presiden adalah jabatan pengabdian,
bukan jadi ajang mengumpul uang bagi kelangsungan kemakmuran keturunan
dan kubagikan kepada rakyat yang paling menderita
karena aku yakin, kelak setelah tak jadi presiden pun
aku tak kan kelaparan dan kehujanan
untuk apa aku mengeluhkan tak pernah naik gaji
 
aku sadar negeriku adalah negeri pengutang
untuk itu aku malu punya hajatan besar untuk pernikahan anakku
di kua saja, cukuplah, kehormatanku tak kan berkurang sedikitpun

aku malu jika anakku harus jadi elit partai sementara aku masih menjabat presiden
bagiku, presiden adalah aku
aku milik rakyatku dan negaraku
karenanya anak istriku harus berani berkorban untuk itu
tidak ambil kesempatan menyusun kekuatan sendiri
biarlah waktu berjalan dengan sendirinya
bakat kepemimpinan anakku biarlah bersaing dengan sesama anak bangsa

aku akan bangga bila kelak ia menjadi pemimpin bukan karena aku
sebaliknya, aku akan sangat malu anakku jadi pemimpin karena
rakyat hanya memandang ia anak keturunanku!


(sebenarnya aku malu menulis kata-kata nggak bermutu ini. tapi aku sudah ingin menulis)





http://sastrombudeg.blogspot.com

Sunday 13 February 2011

Terserah Kau Juduli apa! (IX)

kusetiai,
syair sastra orkestramu
menebar serasuk debu
meliput semesta pori ari kulitku
biarlah aku mati dalam saput oktaf notasimu

kusetiai,
“emperor waltz” dan “vienna blood waltz” strauss-mu
semeribit angin melepas tangkai-tangkai kembang kenanga
luruhlah daun-daun belimbing wuluh ke pundakmu
temangsang di serabut halus cemara hitam rambutmu

kusetiai,
''gavotte en rondeau'' sebastian bach-mu
aroma humus dan daunan paku  tepian ogan di pagi hari
semburat cahaya terjaring di carang-carang batang ingas mati
marimbas bola mata bening di kecipak lembut ikan tali-tali

kukhianati,
karena kau hanyalah segelas utuh kopi semalam yang aku lupa meneguknya
kutumpah ke luar jendela :
sang maestro gagal memainkan simphoni gubahannya sendiri!


http://sastrombudeg.blogspot.com

Friday 4 February 2011

Sajak Pertumpahan Waktu IV

elang kelelahan
lautan adalah bayang kejatuhan dan kematian
ketersesatan seonggok jasad
dicabik paus kehidupan
hilang tanpa abjad
di segugus karang
di setangkup radang
jiwa rayanya membiar lumat
digenggam erat sang pasti



http://sastrombudeg.blogspot.com

Wednesday 2 February 2011

Saya Jatuh Cinta Lagi?

Siang menjelang bubaran kantor, seorang kawan wanita, seorang guru,  tiba-tiba masuk ke ruang kerja saya dan serta merta bertanya kepada saya sambil 'menjap-menjep':
“Pakde, kemarin Pakde jatuh cinta lagi ya …?” Demikian dia biasa memanggil saya 'Pakde',  padahal saya lebih suka dipanggil ‘Mbahmo’.

Merah padam muka saya ketika itu.  Apalagi kata-kata itu dilempar begitu saja di depan dua orang wakil kepala sekolah yang saat itu tengah duduk-duduk di ruang tata usaha mengobrol dengan saya.

“Ah nggak mungkin. Pasti itu keliru. Yang lebih tahu tentang saya justru istri saya. Saya terbiasa blak-blakan dengan istri saya tentang hal apa saja. Itu kebiasaan saya dari dulu, meskipun sering kali terasa pahit olehnya.” Jawab saya masih agak tersipu sambil mencoba mengembalikan kejiwaan saya yang sedikit terguncang. Malu.

"Yang benar, Pakde ....!" Timpal dia masih menyerang saya sambil 'cengar cengir'.

"Ah...!" Telinga saya yang waktu kecil sering diolok-olok kawan sebagai 'kuping gajah' karena besarnya, kini dari merah mulai menghitam dan memanas.

Di rumah pun saya ceritakan kepada istri perihal pertanyaan kawan saya tadi.  Saya tadi belum sempat bertanya kepada ‘Bu Guru’ tentang kepada siapa saya jatuh cinta, gosip dari mana, dan apa tanda-tanda saya sedang jatuh cinta. Belum sempat bertanya, karena dia sudah keburu ngeloyor pergi sambil menyunggingkan senyum misteri, meninggalkan saya  dalam keadaan 'cegukan'  tak bisa ngomong apa-apa di hadapan sidang dua waka!

Jatuh cinta lagi? Di usia kepala empat jatuh cinta? 

Saya mulai menginterogasi diri-sendiri, sudah barang tentu tidak perlu dengan cara-cara  seperti reserse segala yang sampai menjepitkan jempol kaki tersangka ke  kaki kursi yang diduduki  agar terpaksa mengaku.

Belum lama ini saya iseng-iseng membaca ramalan shio saya di internet: “Waspadalah! Gosip dan skandal bisa jadi akan menimpa Anda di tahun 2011!" (inikah salah satunya?)

Lalu teringatlah saya akan obrolan bersama kawan-kawan seusia yang suka nongkrong di tempat favorit, di teras samping gubug saya sambil menyeruput kopi kental. Kami tertawa-tawa ketika topik masuk pada tingkah polah orang atau kawan pria berumur kepala empat di sekeliling kami.

Si A misalnya, yang dulu biasa berpakaian apa adanya dan ‘nglomrot’, akhir-akhir ini telah berubah total menjadi lebih bercahaya. Baju dimasukkan ke dalam celana, aroma wangi menebar di sekujur tubuhnya. Tak lupa sering ia mengumbar tawa-tiwi dan lengkingan siul dari mulut yang dimoncongkan ketika melihat perempuan muda berjalan atau bermotor lewat melintas tak jauh darinya.

Ada lagi si B, bahkan dia sudah nekat menjalin hubungan cinta dengan gadis ingusan berumur belasan. Teck ….

Jatuh cinta? Benarkah saya jatuh cinta? Benarkah hal-hal di atas juga telah menimpa saya? (Saya tertawa kecut)

Terbayanglah oleh saya para tokoh sastra dan musik:
Ada Kahlil Gibran dengan gaya cinta platonisnya, Ebiet G. Ade dengan musikalisasi puisi, Sapardi Djoko Damono dengan sajak-sajak kamarnya, Iwan Fals yang sanggup berlagu cinta dengan sangat menyentuh, elegan , dan tidak cengeng.

Masih banyak lagi.

Saya runut ke belakang kehidupan saya:
Semasa SMA, cita-cita saya banyak dan berubah-ubah. Namun pada penghujung kelas tiga telah mengerucut menjadi mantap: Saya ingin jadi psikolog.

Cita-cita terakhir tersebut terinspirasi oleh seorang penyair kota Semarang yang juga dosen (dekan?) fakultas psikologi di sebuah universitas swasta di kota itu. Darmanto Jatman.

Di tahun delapan puluhan, beliau adalah salah seorang penyair yang sering membacakan puisi-puisi karyanya di TVRI Stasiun Yogyakarta. Saya suka terpingkal-pingkal dan terpesona oleh cara beliau membawakannya. Melankolis dan kenes.

Kenyataannya sampai detik ini cita-cita menjadi psikolog tidak kesampaian.

Selain itu, saya juga seorang pengagum tokoh Semar dalam seni pewayangan. Sosok punakawan setengah dewa yang pintar mumpuni dan berilmu tinggi tapi tetap rendah hati, sederhana, bersahaja, serta menjadi penebar kasih sayang kepada siapa saja. Saya sangat terobsesi menjadi “Sang Pamomong” lengkap dengan fasilitas filosofinya.

Saya ingin berguna bagi orang lain tanpa berharap balasan atau untuk keuntungkan diri sendiri. Saya ingin menjadi tempat bertanya bagi banyak orang dan dapat membantu memberi solusi bagi masalah-masalah keruwetan hidup anak manusia.

Yang tersebut di atas ternyata juga masih belum bisa saya tunaikan walaupun tak seideal gambaran tokoh Semar aslinya. Sekalipun. Semua hanya mimpi di siang bolong.  Saya masihlah seperti manusia 'Mbahmo' yang kemarin: Bodoh dan sok suci!

Maksud penggambaran di atas adalah, saya lebih ingin dan cenderung mendahulukan ‘kasih sayang’ kepada sesama ketimbang ‘cinta’. Konon ‘cinta’ adalah bentuk memberi yang ingin diberi juga. Berbeda dengan kata ‘kasih sayang’, mau memberi tapi tak mengharap balasan. Sebab bagi ‘kasih sayang’, keikhlasan lebih berharga dan memuaskan perasaan bagi yang berhasil melakukannya. Itulah idealnya. Kenyataannya, sampai sekarang juga, saya  masih menjadi manusia yang berangasan dan temperamental.

Jatuh cinta? Benarkah saya jatuh cinta lagi?
(Saya tertawa masam)

Pagi-pagi sekali saya sudah berangkat ke tempat kerja dan tak sabar untuk bertemu kawan wanita tersebut.  Semalaman saya tidak bisa tidur karena lemparan bola ‘cinta’ nya itu.

Setelah menunggu sekitar satu jam, saya bertemu dia di ruang perpustakaan. Saya agak kikuk juga saat menanyakan perihal ‘kejatuhcintaan’ saya seperti yang dikemukakannya kemarin.  Setelah berhasil saya sampaikan pertanyaan saya meski sambil agak terbata, tertawalah dia ngakak sengakak-ngakaknya.

“Saya memang sedang ngerjain Pakde. Tumben hari Minggu kemarin Pakde berduaan dengan nyonya masuk keliling kalangan (pasar)! Seperti orang yang sedang pacaran dan jatuh cinta! Hehe….”

Kurang asem!

Tapi saya maklum dan mungkin tidak berlebihan kiranya dia bersikap dan berkata begitu. Sebab, meskipun rumah saya berada di lingkungan pasar (pinggir jalan besar tiga puluhan meter dari pasar), dihitung-hitung sudah lebih dari setahun saya tidak masuk  pasar dan menikmati keramaian jual beli di dalamnya.    Apalagi sampai keliling bareng istri sambil berpegangan tangan!

Jatuh cinta? Benarkah saya jatuh cinta lagi?
(Saya tertawa, kali ini benar-benar bahagia dan manggut-manggut mengakuinya)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

(Kahlil Gibran)

Sahabat adalah pemenuhan kebutuhan jiwa.
Dialah ladang hati, yang ditaburi dengan kasih dan dituai dengan penuh rasa terima kasih.
Sahabat adalah naungan sejuk keteduhan hati dan Api unggun kehangatan jiwa, karena akan dihampiri kala hati gersang kelaparan dan dicari saat jiwa mendamba kedamaian.
Ketika ia menyampaikan pendapat, kalbu tak kuasa menghadang dengan bisikan kata “tidak”, dan tak pernah khawatir untuk menyembunyikan kata “ya” 
Bilamana dia terdiam tanpa kata hati senantiasa mencari rahasianya
Dalam persahabatan yang tanpa kata, segala fikiran, hasrat, dan keinginan terangkum bersama, menyimpan keutuhan dengan kegembiraan tiada terkirakan. 
Ketika tiba saat perpisahan janganlah ada duka, sebab yang paling kau kasihi dalam dirinya, mungkin akan nampak lebih cemerlang dari kejauhan.
Seperti gunung yang nampak lebih agung dari padang dan ngarai.

Lenyapkan maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya roh kejiwaan.
Karena cinta berpamrih yang mencari sesuatu di luar jangkauan misterinya,
bukanlah cinta, tetapi sebuah jaring yang ditebarkan ke udara
hanya menangkap kekosongan semata.

Persembahkan yang terindah bagi persahabatan. Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenali pula musim pasangmu. Karena persahabatan kan kehilangan makna jika mencarinya sekadar bersama guna membunuh waktu. Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu.

Sahabat kan mengisi kekuranganmu bukan mengisi kekosonganmu.
Dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa kegirangan
Berbagi duka dan kesenangan karena dalam rintik lembut embun, hati manusia menghirup fajar yang terbangun dan kesegaran gairah kehidupan.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------


http://sastrombudeg.blogspot.com