ini adalah area sempit, ruang tanpa gelar akademik, gelar keagamaan, gelar kepangkatan, gelar kehartaan, gelar kebudayaan, gelar-gelar yang mempersempit ruang nurani digelar

23/02/2014

23/02/2014

baca dulu

baca dulu

Saturday 7 April 2018

Antara Konde, Kebaya, dan Cadar

Karena konde, saya jadi teringat pada sebuah status seorang kawan FB di akunnya (seorang pegiat budaya, selebihnya off the record) yang dibuat pada beberapa tahun yang lalu. Aksentuasi dan emosinya, secara implisit maupun eksplisit, menurut saya mengandung pesan yang sama (suatu kebencian yang berusaha ditutup-tutupi), membandingkan sesuatu hal menyangkut sebuah keyakinan spiritualitas (lebih merujuk ke Agama Islam) dengan sebuah produk budaya.

Kalau si emak membandingkan cadar dengan konde, nah, si kawan itu membandingkannya (cadar) dengan kebaya. 

Si kawan lupa bahwa pada keyakinan yang dianutnya (sudah barang tentu di luar Islam), wanita-wanita pelayan rohaninya juga mengenakan pakaian mirip jilbab yang notabene merupakan uniform khas mereka dan itu berasal dari luar Nusantara.

Pun, pada kenyataannya, klaim bahwa konde dan kebaya sebagai sebuah kekhasan (asli?) produk budaya Nusantara sampai saat ini masih menjadi perdebatan para ahli.

Budaya sebagai hasil olah budi dan daya manusia, sesunggguhnya tidaklah se-ekslusif yang kita kira (paling tidak oleh saya!). Itu lebih dikarenakan sifatnya. Budaya (kebudayaan) memiliki sifat lentur dan dinamis, sehingga tidak bisa lepas dari unsur keterpengaruhan, baik dipengaruhi oleh unsur-unsur dari luar geografisnya, maupun dipengaruhi oleh unsur fungsi (kebutuhan) serta selera (perubahan nalar) menurut zamannya. Di dalamnya, bisa saja terdapat unsur fungsi dan nalar spiritualitas!

Kebudayaan merupakan produk dari berbagai macam bentuk interaksi dan sebagai salah satu imbas dari lalu lintas pergerakan manusia dengan berbagai macam latar belakangnya. Kebudayaan senantiasa bergerak mencari bentuknya sendiri dalam setiap waktunya.

"Tidak ada yang orisinal (autentik) dalam karya seni dan budaya, sebab orisinalitas hanya milik Tuhan Sang Pencipta!", demikian lebih kurang dikatakan oleh Ikranegara (Suara Merdeka, 17 April 1994)

http://sastrombudeg.blogspot.com