ini adalah area sempit, ruang tanpa gelar akademik, gelar keagamaan, gelar kepangkatan, gelar kehartaan, gelar kebudayaan, gelar-gelar yang mempersempit ruang nurani digelar

23/02/2014

23/02/2014

baca dulu

baca dulu

Tuesday 3 March 2015

Pesan untuk Pribumi

Saya hanya menulis pesan ini untuk kaum pribumi. Yang bukan pribumi tidak usah ikut campur!

Hanya untuk para pribumi anak – cucu yang kakek, nenek, ayah, dan ibu mereka turut berjuang nyata (tanpa rekayasa) menghadapi kolonial, berhati-hatilah kita terhadap propaganda terselubung dari para kaum oportunis. Janganlah kita terbawa arus untuk ber-save si a…save si u (save untuk orang per orang, bukan institusi). saya mencurigai di belakang si a atau si u ada banyak kepentingan memanfaatkan momen hiruk-pikuk akhir-akhir ini, memunculkan tokoh-tokoh heroik yang ujung-ujungnya meminta pengakuan lebih yang sesungguhnya merugikan kita turun-temurun dan sangat bertentangan dengan cita-cita bangsa yang telah ditebus dengan  cucuran keringat dan darah para pahlawan pendahulu kita.

Mereka membabi buta mendoktrinasi kebenaran ala mereka melalui segala cara (termasuk media sosial). Kita tidak boleh bingung dan terombang-ambing.

Kita harus berani berkata bahwa kita adalah pribumi asli (tanpa bermaksud rasis). Adalah hak kita untuk berteriak bahwa kita adalah pribumi asli yang sah dan berhak atas warisan kemerdekaan yang diperjuangkan leluhur kita. Tidak ada yang berhak menghalangi itu. Sebab, penghalangan dan penolakan terhadap pernyataan kepribumian kita adalah merupakan tindakan pengingkaran terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia1945 yang asli dan buah pikiran cemerlang founding fathers negeri ini.

Korupsi adalah musuh kita bersama dan benar harus kita habisi bersama pula. Tapi penyelesaiannya, tidak boleh melanggar undang-undang pula, terlebih memakai kata-kata sarkas yang seringkali juga digunakan oleh para kaum oportunis terhadap para jongosnya. Kata-kata sarkas yang dilontarkan oleh seorang pemimpin, tentulah tindakan tidak cerdas yang sangat merendahkan harkat-martabat orang lain, tidak negarawan, tidak memiliki sopan santun, tidak berbudaya, serta tidak ditolerir oleh agama apa pun.

Untuk para pribumi yang saat ini memegang tampuk kekuasaan saya berharap segera bertobat dan sadar. Bahwa tindakan-tindakan koruptif yang kalian lakukan, ternyata ada yang lebih berbahaya dari sekedar merugikan keuangan negara. Lebih dari itu, akibat kasus-kasus koruptif kalian, agaknya, akan dapat berkembang dan dijadikan pintu masuk oleh kaum oportunis untuk meraih dominasi mereka atas eksistensi ekonomi, sosial, serta politik ketatanegaraan kita.

Amandemen UUD 1945 Pasal 6 ayat 1, telah memberi ruang pembenaran atas propaganda para kaum oportunis ini. Seluruh lini kehidupan di NKRI ini lambat laun akan mereka kuasai. Kita akan terpinggirkan karenanya.

Selama berabad-abad di tanah air kita, mereka tidak pernah mengintrospeksi diri mereka sendiri  atas tindak-tanduknya dalam bersosial (berinteraksi), berpolitik, dan berekonomi di negeri ini. Selalu saja kita yang dianggap pemalas dan bodoh. Mereka tidak memurnikan diri dalam ketulusan bergaul dengan kita (walau tidak semua).

Filosofi para kaum oportunis ini, dari abad ke abad tidak pernah berubah dan surut. Uang dan uang! Sementara, kearifan lokal bangsa kita adalah bukan sekadar itu, kita menganggap dunia hanyalah tempat ujian untuk meraih kemenangan di alam keabadian kelak. Perbedaan filosofi ini, agaknya, sampai kiamat pun tidak akan pernah bertemu dan berdamai. Ini pun terjadi di hampir seluruh belahan dunia lainnya (baca sepak terjang mereka di negara lain, terutama Malaysia yang filosofinya segaris dengan kearifan lokal kita).

Kasus korupsi anggota DPR di mana pun adanya, adalah wilayah hukum, tidak perlu lari-lari ke ranah politik dukung-mendukung. Waspadalah. Saya tidak memprovokasi,  tapi mari kita tunggu dan cermati, jangan hanya ikut-ikutan tapi kurang dasar dan berakibat kehancuran kehidupan dan kemerdekaan anak cucu kita kelak.

Percayalah, ini murni lahir dari kekhawatiran saya pribadi dan hasil mencermati komentar-komentar para netizen yang saya duga adalah para kaum oportunis (kalaulah itu kaum pribumi, mereka merupakan korban penggiringan yang tidak mengerti atau tidak mau mengerti secara utuh dan jernih atas sejarah perjalanan kenegaraan kita).
 
http://sastrombudeg.blogspot.com

Wednesday 5 November 2014

Satu Dua Tiga Jepret!

Sebenarnya, saya bukan tukang foto beneran (saya tulis saja 'tukang foto' -bukan 'fotografer'). Saya membeli kamera cuma karena ingin menyalurkan hobi, selain ingin memuaskan diri dari rasa sok  ingin tahu saja tentang fotografi.

Kadang (sering sih-hehe), istri saya ngomel-ngomel: " Hobi kok mahal, kamera bagus sudah dibeli  (ukuran kami), softbox-nya juga, e... kok cuma untuk iseng-isengan!" (ada benarnya juga sih-hehe).

Nah, suatu ketika, oleh seorang kenalan (kepala sebuah taman kanak-kanak), istri saya ditawari untuk memotret murid-murid di TK-nya (pas foto untuk ijazah dan foto grup) karena dia tahu kami punya kamera. Akhirnya, di depan istri, dengan berat hati (tak bisa menolak-takut dia marah) saya mengangguk saja tanda setuju untuk melaksanakan order pemotretan itu.

Tiba pada hari pemotretan, pagi-pagi benar saya sudah bersiap, kamera dan softbox saya masukkan ke dalam mobil dan go!

Istri juga ikut serta, saya menolak sendirian, karena grogi memotret di hadapan orang ramai, apalagi yang ada biasanya adalah hanya para ibu, guru-guru (yang juga wanita) ditambah murid-murid TK dengan aneka tingkahnya.

Usai pemasangan kain background warna merah berikut setting cahaya, masuklah di sesi pertama, yakni pemotretan masing-masing anak untuk pas foto. Cukup atur posisi, pakaian, dan pegang-pegang anak agar sesuai untuk pemotretan setengah badan, lalu bilang 'bagus...tahan' dan pret...pret. Meski memakan waktu cukup lama, karena dari empat puluh anak, masing-masing bisa dua sampai empat jepretan, akhirnya, sesi tersebut selesai juga.

Tibalah sesi kedua, pemotretan grup segera berlangsung, penataan tempat dan posisi anak-anak dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi yang ada.

Berhubung  ini merupakan pemotretan grup yang melibatkan banyak orang (baca: anak-anak!) yang sangat sulit dikontrol, maka, saya harus punya kiat khusus dalam pembidikan sekaligus eksekusi tombol shutternya.

Pertama, saya mencoba menggunakan metode curi-curi atau diam-diam memencet shutter setelah pengaturan pose. Dengan cara ini, saya berharap, face dan gaya subjek benar-benar alami dan enjoy. Upaya ini ternyata gagal total! Dengan cara mengucap 'tahan...' lalu jepret pun tidak berhasil, karena mereka memang begitu sulit dikendalikan tingkah dan konsentrasinya, padahal sudah berulang kali diatur kembali dan diingatkan oleh para gurunya.

Sebenarnya, banyak cara untuk pemberian kode kepada subjek untuk siap dijepret, dengan harapan pada saat tombol shutter ditekan, yang bersangkutan tidak kaget dan berkedip atau terpejam matanya.  Tapi entahlah, hari itu kepala saya tiba-tiba seperti blank dan mati akal.


Melihat keadaan itu, akhirnya, saya menyerah dan kembali menggunakan metode klasik saja, yaitu memberi aba-aba satu-dua-tiga-jepret. Sebuah metode tukang foto di masa lalu yang cukup berhasil, meski berimbas pada kekakuan  subjek (tidak enjoy bagi yang tidak biasa).

"Nah, sekarang kita pakai aba-aba hitungan tiga kali ya anak-anak!"

 Mereka diam tidak menyahut. Sip dah kalau begitu, artinya, posisi (pose) anak-anak tidak berubah.

Keadaan lumayan tegang, terutama saya. Anak-anak sudah kaku dan menahan napas menghadap kamera. Nah, ini pertanda baik, pikir saya.

Sambil mata mengintip mantap, sementara jari telunjuk tangan kanan berada di atas tombol shutter, saya berteriak: "Siap! Satu...!"

"Dua...tiga!" (kali ini 'dua...tiga'-nya bukan saya yang meneriakkan). Sebuah suara koor nan kompak dari empat puluh anak, tanpa dikomando langsung bergema di dalam ruang pemotretan! Saya terkejut dan heran, kok bisa begini ya?

"Oke, kita ulang ya....!", teriak saya, tidak menggubris ulah mereka.

Namun, seusai saya mengucapkan aba-aba 'siap! satu...!', lagi-lagi, dengan tanpa rasa bersalah, empat puluh murid TK di depan saya itu serempak menimpali dan melanjutkan hitungan 'satu' saya itu dengan kata-kata 'dua...tiga!'.

Saya bingung.

Berulang-ulang saya lakukan, keadaan juga tetap sama, anak-anak melanjutkan (bahkan) lebih lantang dan bersemangat:  "Dua...tiga!".

Aduh, bagaimana hasilnya nanti, kalau konfigurasi dan pose yang sudah susah payah dibangun menjadi berantakan hanya karena mulut-mulut mungil mereka bergerak-gerak  mengucap 'dua...tiga'.

Lesu. Saya hanya mendiamkan saja kejadian tersebut, takut mereka jadi kecewa. Hanya, di dalam hati, saya bertekad akan bekerja keras melakukan editan dengan berbekal puluhan kali jepretan, pilih-pilih mana foto anak yang bagus diambil, yang jelek saya buang.

Usai meringkasi alat, dengan gontai saya berjalan keluar ruangan. Sebelum sampai pintu, saya sempatkan menyapa murid-murid TK  itu yang  memang masih asyik berkerumun di lokasi pemotretan tadi:

"Nah, potret-potretan-nya sudah selesai ya... anak-anak. Sekarang Pakdhe pamit pulang ya.....!"

"Terima kasih Pakdhe!", teriak mereka masih serempak dan kompak seperti sediakala. Bedanya, kali ini ditambah dengan iringan tepuk tangan nan panjang serta meriah. Segala.


http://sastrombudeg.blogspot.com

Tuesday 9 September 2014

Unduh Cara Mengganti Background Foto dengan Coreldraw

Penggantian background foto orang dengan program Coreldraw ini hanya akan berlangsung sangat mudah dan bersih apabila orang dalam foto dimaksud mengenakan jilbab, peci, pakaian wisuda, dan atau sejenisnya. Sementara, untuk orang yang berambut acak, penggunaan program ini tidak akan efektif dan efisien.

Cara yang saya maksudkan dapat Anda unduh di sini. Perlu diketahui bahwa unduhan yang saya lampirkan di sini mungkin agak kurang nyaman bagi Anda, karena termasuk berkapasitas besar, sekitar 24.6 MB, berformat MS Word serta terdapat gambar-gambar langkah pengeditan yang cukup memakan tempat. Ke depan Insya Allah bisa saya perbaiki agar lebih ringan. Semoga dapat membantu.
Salam.

http://sastrombudeg.blogspot.com

Monday 1 September 2014

Ketemu 'Alvin' di Tangkuban Perahu

 Agustus 2013


http://sastrombudeg.blogspot.com

Momong

 Kerajinan tangan yang dijual di ring Candi Borobudur




http://sastrombudeg.blogspot.com

Sabar Menunggu 'Beliau' Menyeberang!

Adanya kesalahan atau kerusakan sistim drainase di sebuah jalan kecil menanjak yang terentang dan seolah-olah menjadi pembatas pekarangan antara sebuah kantor bank milik pemerintah dan sebuah showroom/dealer mobil merek terkenal di bilangan Jalan dr. Djundjunan Bandung, telah mengakibatkan air (saat hujan) meluap ke atas jalan dan dari atas meluncur deras menyeberangi jalan bebas hambatan tersebut.

Keadaan semacam itu telah berulang kali terjadi, terutama bila wilayah tersebut diguyur hujan lebat. Alhasil, meskipun hujan tidak berlangsung lama, dapat dipastikan, para pengendara dari arah Pintu Tol Pasteur menuju kota harus rela menghentikan laju kendaraannya di tengah jalan demi menunggu luncuran air yang menyeberang jalan berangsur reda.

Kebanyakan, motor dan mobil memang tidak berani melintas, karena si 'air penyeberang jalan' itu terlihat berarus sangat kuat, sehingga dikhawatirkan dapat menghanyutkan kendaraan.

Agustus 2013
Sementara itu, pada arah berlawanan di seberangnya (dari kota menuju Pintu Tol Pasteur), karena posisi jalan jauh lebih rendah dari arah jalan masuk ke kota di atas, maka  kemacetan pun tidak bisa dihindari. Air yang menyeberang tadi dengan gampangnya merendam badan jalan dan mengacaukan lalu lintas. Hanya mobil berbadan besar serta tinggi saja yang sanggup melintasinya.



 Tampak sebuah sedan (taksi) merah yang terpakir dan ditinggal pengemudinya mulai terendam air.


http://sastrombudeg.blogspot.com

Sunday 31 August 2014

Cara Setting / Format Kop Amplop Surat

Meskipun sangat sederhana, ternyata masih ada juga  kawan yang bingung dan bertanya bagaimana ngeprint kop surat/amplop di MS Word. Berikut ini saya posting caranya beserta contoh yang bisa diunduh.

Saya tidak akan banyak bercerita, karena urutan pengerjaannya saya tampilkan dalam bentuk gambar di bawah ini.

Format lembar kerja




Format printer


Contoh di atas adalah untuk amplop berukuran 11 cm x 23 cm (untuk memastikannya, ukur dulu amplop yang akan dipakai dengan menggunakan mistar). Ukuran amplop yang berbeda akan berbeda pula setting lembar kerja dan outputnya (setting printernya).

Unduh contoh format di sini


http://sastrombudeg.blogspot.com

Pagar Batas Pekarangan


Pagar batas pekarangan












http://sastrombudeg.blogspot.com

Bukan Singgasana


 Bukan singgasana




http://sastrombudeg.blogspot.com

Dua Ayam






http://sastrombudeg.blogspot.com