ini adalah area sempit, ruang tanpa gelar akademik, gelar keagamaan, gelar kepangkatan, gelar kehartaan, gelar kebudayaan, gelar-gelar yang mempersempit ruang nurani digelar

23/02/2014

23/02/2014

baca dulu

baca dulu

Thursday 21 August 2014

Rekam Antusiasme Rakyat di HUT ke-69 RI


Lomba Bidar (balap perahu) khusus wanita di Sungai Ogan, Desa Peninjauan Kecamatan Peninjauan Kabupaten Ogan Komering Ulu Provinsi Sumatera Selatan, tanggal 17 Agustus 2014 sore. (beritanya juga dimuat oleh sebuah televisi swasta Indonesia)

Merah Putih berkibar di tanah AIR-ku

Aku bangga dengan Merah Putihku

Ih,...mengganggu benar tali ini....!

Awaaaaaas....!

Nah, benar...kan! Apa aku bilang tadi....!

Toloooooong...!

Tenaaaang! Kami dataaang!

Bukan cuma orang, perahu juga harus aku selamatkan!

Ayooooooo!


Aaaaaah! Finis duluan mereka! Nasib...nasib!
Lomba tangkap bebek berpita di tanah berlumpur (anak-anak dan wanita) 

Sssssst! Manusia itu  aneh...aneh kerjaannya ya, Bro!


Weeek, kami di siniiii!

Kita harus atur strategi!

Mana bebek...mana bebek!

Kweeeeek! Aku dapaaaaat!

Iiiih! bebeknya e'ek!

Hik...hik...hik...! Aku rindu masa-masa kecil seperti main beginian!

S.O.S! Aku kraaam!

Hoooiiiii! Bauuuuu tauk!

Lama-lama gregetan juga aku!

Ayah, aku masih gagah kan, meski tak seekor pun bebek kudapat?
Tarik tambang wanita di tanah berlumpur


Totalitas!


Luapan kegembiraan!

Panjat pinang dengan batang condong ke sungai,peserta berceburan ke sungai (harus bisa berenang)



Gadis-gadis Ogan terselip di antara penonton




Panjat pinang laki-laki dewasa
 
Berbagi hadiah panjat pinang secara adil dan merata!

Menebang batang pinang di kebun

Agak ngak-ngik karena nikotin ya, Om? Hehe


Kehausan
Lupa berbagi

Akhirnya dapat juga aku!


Demi anak-anak, aku rela daging kelapanya saja....! (sabutnya nggak ya?)

Lomba makan kerupuk
Asin!




Ada tangis juga ternyata (gagal jadi juara gigit kerupuk yang digantung)

Panjat pinang anak-anak

Beewwwww, palaku kena cakar kuku kaki nih kayaknya...!

Kucoba bertahan...!

O,....ini yang namanya tujuhbelasan ya?

Nggak apa-apa, Aku cuma meringis doang!




Hooiiiiii! geliiiiiiiii!

Dukungan sepenuh hati

Tingkah dan ekspresi

Aaaaaah, curaaaang!

Woowww, kereeeeen!

Tingkah manusia ternyata menggelikan ya?

Nang ning...nang ning! (Ih, lebay nian sih anak ini! Bikin bete aje sih!)



Hai!



Maafkan saya kawan. Saya sudah mencoba latih mereka dengan sepenuh hati. Hari ini kami kurang beruntung!

Pas! rantai sepeda ontaku kurang pelumas!







http://sastrombudeg.blogspot.com

Saturday 19 July 2014

Menang-Kalah Berebut Amanah?

Saudara menang?
Allah mencatat dan menuntut Saudara untuk memenuhi janji-janji Saudara!
Janji-janji itu membayangi setiap langkah dan waktu Saudara untuk ditunaikan!
Jemputlah kemenangan Saudara sebagai menyambut ujian Allah!

Kemenangan hakiki adalah milik Allah!
Maka, suatu kemenangan yang diraih dengan keculasan, sesungguhnya merupakan suatu usaha perampasan atas hak Allah, dan itu hanya menjadi sia-sia belaka!

Lalu, untuk apa berbangga diri atas sebuah kemenangan, bila kemenangan itu sejatinya bukan milik Saudara dan terkandung di dalamnya beraneka hukum Allah yang harus Saudara patuhi dan jalankan!

Saudara kalah?
Allah membebaskan Saudara dari janji-janji Saudara!
Nikmatilah hari-hari damai seperti sediakala tanpa beban atas janji-janji yang telah terlanjur Saudara ucapkan!

Dan syukurilah hikmah sebuah kekalahan sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada Saudara!

Allah memberi dan tidak memberi (kemenangan itu) dengan suatu alasan yang jelas bagi-Nya dan menjadi rahasia-Nya.

Salam!
 

http://sastrombudeg.blogspot.com

Saturday 12 July 2014

Beri Kesempatan Rakyat Menerima Presiden bukan Pilihannya!

Gonjang-ganjing pasca 9 Juli 2014 masih berlanjut. Klaim sepihak kedua kubu capres-cawapres berikut hasil hitung cepat (quick count ) maupun real count, bagi saya pribadi sudah sangat mengganggu. Ditambah lagi dengan tayangan media yang sangat-sangat ‘menggiring’ opini ke kubu tertentu sudah sangat terasa melecehkan bagi rakyat Indonesia yang berada di kubu seberang. Ini pemilihan presiden untuk “Kita” ataukah untuk “Anda”?

Dalam hal kalimat terakhir pada paragraf di atas. Sudah sepantasnya, kubu yang merasa menang, haruslah memberi kesempatan dan waktu kepada rakyat yang berseberangan kubu untuk perlahan menerima dengan ikhlas hasil pemilu capres-cawapres yang kelak (22 Juli 2014) diumumkan secara resmi oleh KPU selaku penyelenggara.

Rakyat harus diberi kesempatan dan waktu untuk berfikir dan membuang emosi sentimen ‘kekubuannya’ manakala telah muncul penentuan final hasil perhitungan itu. Terlebih, selisih suara kedua kubu hampir berimbang dan oleh karenanya agar bisa dibaca sebagai setengah rakyat memilih kubu A, dan setengahnya lagi memilih kubu B. Sehingga tidaklah santun dan terlalu arogan apabila klaim sepihak suatu kubu seolah-olah menjadi atas nama seluruh rakyat. Sebab, pastilah, pada kubu yang kalah akan tersimpan luka.

Oleh karena itu, merupakan tugas dari si kubu pemenang (kelak) harus pintar dan tulus (tidak terasa melecehkan) mengambil hati rakyat yang tidak dalam satu kubu dengannya. Masing-masing rakyat memiliki alasan kuat untuk memilih salah satu calon di antara kedua calon. Dan, biasanya pilihan yang diberikannya itu, lebih dekat dengan kebutuhan mendasar dalam kehidupan sehari-harinya. Parameter-parameter orang Jawa di luar pulau Jawa dengan orang Jawa yang berada di dalam pulau Jawa mungkin berbeda. Kebutuhan seorang pemimpin negara bagi orang-orang di pulau-pulau terluar mungkin saja berbeda dengan orang-orang di dalam pulau Jawa.

Bagi rakyat yang berada di gugusan pulau-pulau terluar mungkin mengedepankan perbaikan infrastruktur dan keamanan wilayah. Sementara rakyat di pulau Jawa yang dengan infrastrukturnya relatif lebih baik, mungkin memilih seorang pemimpin negara yang dipandang lebih mengerti untuk urusan kompetisi di lapangan kerja.

Semuanya sah-sah saja. Akan tetapi, lebih baik lagi, apabila rakyat (termasuk saya!) diberi bekal rasa saling memahami problem-problem kewilayahan masing-masing, sehingga tidak terkesan dominasi suara suatu wilayah tertentu dan meng-kerdil-kan suara di wilayah lainnya. Suara rakyat ke-NKRI-an harus dikedepankan. Sayang, saya tidak melihatnya dalam pilpres kali ini. Yang terjadi, golongan tertentu seolah-olah hendak menerkam golongan lainnya. Dan parahnya, ini dipelihara oleh para elit politik maupun orang-per orang yang ‘merasa’ berkepentingan dengan keterpilihan calon presiden-wakil presidennya.

Tulisan ini tidak begitu runtut, akan tetapi ada pesan di dalamnya:

Berhenti saling hujat dan klaim kemenangan, siapapun yang mendahuluinya. Berpikirlah, bahwa hujatan-hujatan ‘Anda’ selaku salah satu rakyat Indonesia telah menyakiti hati salah satu atau bahkan jutaaan rakyat Indonesia lainnya yang tidak sepaham dengan ‘Anda’ tapi mereka memilih diam.

Beri kesempatan dan waktu dalam hari-hari ini, bagi pihak yang kemungkinan akan ‘kalah’ agar tetap mengakui dengan lapang dada kekalahannya, bahkan sebisanya malah akan turut merasa menang dan bahagia bersama ‘Anda’.

Salam.

http://sastrombudeg.blogspot.com

Thursday 24 April 2014

Tuesday 25 February 2014

Ingin

ingin berteduh di bawah rindangmu,
mengingat kusiram dan kupupuk semasa kecil dulu

http://sastrombudeg.blogspot.com

Monday 24 February 2014

Kebetulan yang Betul-Betul Betul (I)

Sama halnya dengan saya, hampir pasti Anda juga pernah mengalami suatu kejadian yang menurut Anda sendiri sebagai suatu kebetulan, kan?

Ceritanya begini.
Demi mewujudkan rencana  perjalanan ke Kalimantan, bersama seorang kawan, pada pertengahan bulan September tahun 1988, saya berangkat dari Ambarawa Jawa Tengah ke Surabaya untuk mencari kapal yang dapat mengantar kami ke tempat tujuan, Tarakan (Kalimantan Timur kala itu).

Setelah  lebih kurang enam jam perjalanan dari Ambarawa melalui Solo, pada dini hari  menjelang subuh, bus yang kami tumpangi pun tiba di kota Surabaya. Dengan tak banyak berpikir serta pertimbangan, kami langsung menelusuri jalanan di luar terminal bus sambil mencari-cari di mana ada kantor biro perjalanan.

Agaknya, di Surabaya ini, kami mendapat kesulitan untuk mendapatkan kapal dagang yang bersedia membawa kami berlayar ke tujuan pada hari itu juga.

Kami memang tidak berhasrat menggunakan kapal penumpang. Sebuah langkah penghematan, itulah yang kami kedepankan, selain, karena kami tidak mendapatkan informasi yang memadai perihal jadwal keberangkatan kapal penumpang ke Tarakan.

Di sebuah biro perjalanan, sang pengelola menganjurkan bahwa lebih baik kami menumpang pada sebuah kapal kayu yang hendak berlayar menuju Samarinda (kapal sudah ada dan hampir kelar menaikkan muatan), dengan skenario, sesampai di Samarinda nanti, kami dapat menyambung perjalanan ke Tarakan dengan menggunakan kapal lain.

Kami akhirnya setuju. Setelah melakukan pembayaran, saat itu juga, dengan bermotor bonceng tiga, kami diantar menuju pelabuhan (saya lupa, Tanjung Perak atau Kalimas).

Pada sebuah kapal kayu yang tak begitu besar bernama “Indo Jaya”, aktivitas menaikkan muatan sayur-mayur dan cobek dari batu telah mendekati akhir . Saat kami masuk ke dalam kapal tersebut (sudah barang tentu  dengan cara sembunyi-sembunyi menghindari syahbandar),  tampaklah oleh kami,  beberapa orang laki-laki dan perempuan tengah duduk-duduk di lantai kayu bercat biru laut dalam lorong kabin kru kapal. Kami pun masuk untuk bergabung bersama mereka.

Lengang. Kami, masing-masing  adalah penumpang gelap dan para pemilik dagangan yang hendak memasarkan barangnya di wilayah Samarinda dan sekitarnya.

Perlu diingat, bila kita melihat peta, jarak antara Surabaya ke Samarinda, ternyata hampir sama dengan jarak Samarinda ke Tarakan. 

Kelak kami baru tahu bahwa mencari kapal yang berangkat dari Samarinda ke Tarakan akan lebih sulit dibanding mencari kapal yang berangkat dari Surabaya langsung ke Tarakan. Sebab, pelabuhan Samarinda adalah sebuah pelabuhan kecil yang jauh masuk ke dalam  sungai Mahakam. Hampir tidak ada pelayaran dari Samarinda ke Tarakan. Di pelabuhan Balikpapan lah bisa ditemui banyak kapal yang memiliki rute ke sana, kapal penumpang maupun barang.

Tak berapa lama, terompet kapal berbunyi, tanda keberangkatan kapal dimulai.

Selepas beberapa mil dari pelabuhan, Nuansa ketegangan akibat takut ketahuan pihak otoritas pelabuhan tampak mulai luruh. Suasana telah berubah rileks. Sambil menghisap rokok masing-masing, saling tegur sapa dan basa basi mulai terjadi di antara kami.

Kepada mereka kami bercerita bahwa kami ke Samarinda hanya untuk transit dengan tujuan akhir ke Tarakan. Sang  bapak pedagang cobek bertanya, di mana alamat Tarakan-nya, kami menjawabnya di Palaran.

“Palaran-nya?”

“Kampung Kanas!” Hampir serempak kami menjawab lagi.

“Ah, kalau Kampung Kanas Palaran sih itu tempat tinggal saya, Itu di hilir Samarinda, bukan di Tarakan!” Ujar bapak tadi dengan nada ketus dan sinis.

Kaget kami mendengar ujaran bapak tadi. Serta merta, saya mengambil tas pakaian lalu membukanya. Saya ambil surat jalan kami dan membacanya secara cermat.

Eit!

Benar! Di situ tertera Kampung Kanas Kecamatan Palaran Kota Samarinda! Alangkah bodoh dan kurang telitinya kami.

Bila saja,  saat masih di Surabaya tadi, kami mendapatkan kapal ke Tarakan dan terlanjur ikut berlayar ke sana, tak tahu apa yang akan terjadi pada kami, paling tidak, untuk sementara waktu, kami pasti akan mengalami shock dan stres. Ini merupakan perjalanan antarpulau pertama yang kami lakukan.

Terima kasih ya Allah! Engkau-lah yang menuntun kami melalui skenario-Mu. Skenario kami tidak ada artinya.

Sama sekali.

(catatan: enam bulan setelah pelayaran tersebut di atas, dari koran yang saya baca kemudian, kapal “Indo Jaya” diberitakan tenggelam di Laut Jawa, sebagian kru kapal dinyatakan hilang)

http://sastrombudeg.blogspot.com