ini adalah area sempit, ruang tanpa gelar akademik, gelar keagamaan, gelar kepangkatan, gelar kehartaan, gelar kebudayaan, gelar-gelar yang mempersempit ruang nurani digelar

23/02/2014

23/02/2014

baca dulu

baca dulu

Tuesday, 11 January 2011

Terima Kasih, Tuan Indonesia!

datang di negeri tuan,
seperti menjelajahi perkuliahan di akademi paling purba di zaman ini:
kami mengikuti kuliah-kuliah umum di lapangan-lapangan terbuka, 
di gedung-gedung pengadilan, di kantor-kantor pelayanan pajak, 
advokasi friends and brothersnya, lembaga pendidikan, serta pelayanan publik lainnya,
di stasiun televisi, lembar koran, jalanan, rumah sakit, dalam penjara, ....

kami diajari korupsi dan bagaimana cara meloloskan diri ke luar negeri,
kami diajari politik dan bagaimana cara melanggengkan kekuasaan,
berpikir melulu tentang supremasi dinasti tanpa kenal malu,
kami diajari ekonomi dan bagaimana cara mengeruk keuntungan tanpa nurani
kami diajari hukum dan bagaimana cara hidup di dua tempat dalam waktu yang sama
kami diajari agama dan bagaimana cara berkotbah secara munafik
tapi tetap memperoleh rating tinggi di televisi
kami diajari bermain bola dan bagaimana cara mengatur pertandingannya
kami diajari bahasa tentang makna kata dan istilah blunder politik dan hukum, standar ganda kebijakan, oknum, manipulasi data, politisasi hukum dan sepak bola, ...
bendahara kata yang saya dapatkan terasa luber di kepala ...

kami juga tak melewatkan pentas-pentas teater budaya negeri tuan:
anekdot-anekdot petinggi hukum yang statementnya mencla-mencle, 
anggota dewan penuh perdebatan, tapi  keputusan-keputusan yang dihasilkan, ternyata berdasar analisa-analisa dan pola pikir yang tak lebih baik dari keluh kesah buruh tani tak berpendidikan, pegawai rendahan atau gelandangan yang mengais sisa makanan di tong sampah gedung dewan, atau bahkan lebih sering hasil analisanya kalah matang dari ocehan mabuk para penganggur, maling, atau perempuan nakal yang mangkal sambil minum anggur dan bermain catur.

terima kasih tuan indonesia,
engkaulah maha guru ilmu kebobrokan dan kebodohonan terbaik 
yang pernah ada di muka bumi!


http://sastrombudeg.blogspot.com

Sunday, 9 January 2011

Terserah Kau Juduli apa! (VII)

kutinggalkan congkel kayu tangga rumahmu
sekedar tetenger aku pernah bertandang
masih adakah kebencian itu menghadang
berjaga sewaktu-waktu aku menggelandang
datang dan terhenti tepat di muka pagar
bunga-bunga bakung dipenuhi mencretan angsa-angsa
gerit pintu pagar bambu
adakah itu orkestra abadi milik bapakmu?


http://sastrombudeg.blogspot.com

Friday, 7 January 2011

Terserah Kau Juduli apa! (VI)

 
ketika rindu
menyeberang jalan
pergolakan
angsa-angsa berseliweran
pohon-pohon cemara tegar meregang
kabut-kabut menghambur legit hawa malam

ketika rindu menyeberang jalan
bekas roda-roda pedati
membentuk garis-garis nyata yang panjang
sekumpulan remah petualang
tertumpah sulit didetailkan

ketika rindu menyeberang jalan
lata bisu menyusur setapak edelwis layu
kaku mengais waktu

hiduplah rinduku
di seberang jalan tak sanggup kucatat
pemandangan lain arah yang menghujat!

o rindu yang mengejang
mengapa tak juga tembus pandang!

http://sastrombudeg.blogspot.com

Terserah Kau Juduli apa! (V)

 
berhenti sebentar,
bukankah itu jalan setapak dulu
yang pernah kita lewati tanpa ragu

batu-batu letusan ungaran purba?
terbayangkah debu-debu menyelimuti kita?
edelwis-edelwis langsing terkapar lunglai di bibir ngarai?

dan itu adalah kelok sempit,
tempat nafas kita berhimpit
kau sentuh lagi langitku
seutuh dulu

adakah kembang kertas itu masih terjejak di sana
merinding senantiasa
menanti si tuan kembali datang menjemputnya

http://sastrombudeg.blogspot.com

Terserah Kau Juduli apa! (IV)

 
tuhanku,
aku ingin softwaremu,
antivirus kecenderungan napsu
piranti keras yang tahan terhadap waktu
sugesti yang menyongsong istikharah-mu

tuhanku
di mana engkau sembunyikan rahasiamu,

http://sastrombudeg.blogspot.com

Terserah Kau Juduli apa! (III)

 
melindap
diam di jalur terdiam
bius di jalur terbius
menggejala
meruap rupa
tak perlu meronta
zafin!
perih di luka terperih
seperti perdupaan terakhir
yang telah membunuh moksa sang ratu
menghunus,
mengacung
siapa terkapar bersimbah....

http://sastrombudeg.blogspot.com

Terserah Kau Juduli apa! (II)

 
kudengar rindu berkepakan menjauh
aku cemburu kepada wewangi itu!
kumparan rahasia yang menggerakkan dinamo marahku
dentang turbin tenggelam di arus banjir bengawan
siapa mengatup pintu?



http://sastrombudeg.blogspot.com

Tuesday, 4 January 2011

Terserah Kau Juduli apa!

 
ada yang lain di menumu!
aku lupa meninggalkan tanda baca
padahal kemarin masih teronggok di laci meja
tapi jeda kau sodor penuh gula
menggelontor tanpa sangka
tak bisa lelap usai tabikmu!
terbenang dan terjerat!
merinding sebelum sekarat!

wahai, alpa yang singgah,
kenapa datangmu begitu rupa!

http://sastrombudeg.blogspot.com

Thursday, 30 December 2010

Pindang Tulang 'Jujur'

 
Pindang tulang adalah masakan gulai berkuah khas Sumatera Selatan, yang hangat-hangat dimakan bersama nasi dalam sebuah mangkok. Kuahnya bisa bening seperti sop bisa juga kuning kunyit. Di dalamnya bersemayamlah bongkahan tulang sebagai menu utama, biasanya berupa engsel atau tempurung lutut kaki sapi atau kambing. Itulah mengapa disebut ‘pindang tulang’, karena memang menu tersebut hanya berisi kuah berbumbu plus tulang yang dipotong-potong dalam ukuran besar.

Meskipun bernama ‘pindang tulang’, ada juga penjual yang ‘tidak tega’. Saat mencacah tulang, masih disisakannya serpihan daging yang menempel pada tulang. Sedikit jadilah, namanya saja ‘pindang tulang’.

Pindang tulang dengan sedikit daging seperti di atas sangat disukai oleh para penggemarnya dan dinamai pindang tulang ‘tidak jujur’. Lho kok? Ini hanya selorohan saja. Maksudnya, namanya kan pindang ‘tulang’, tapi oleh si penjual kok dagingnya masih disertakan juga? Sungguh suatu ‘ketidakjujuran’ yang membuat kita tenggelam dalam kenikmatan kan? Untuk jenis pindang tulang seperti ini, kota Palembang lah sorganya. Para penjualnya tidak ‘pelit’ menyisakan serpihan daging pada tulang.

Tapi jangan khawatir, untuk Anda yang memang menomorsatukan ‘kejujuran’ pindang tulang, saran seorang penggemar masih bercanda, datanglah ke kota “X”. Di sini para penjual pindang tulang terkenal ‘jujur-jujur’. Artinya, tulang-tulang di mangkok Anda dijamin akan mulus tanpa daging yang menempel! Ya, paling adalah sedikit sumsum di dalam tulang untuk disedot-sedot atau pipihan tulang rawan biar berbunyi ‘kriyek-kriyek’.  Ya, disyukuri lebih baik, namanya saja pindang tulang! Nikmatilah kejujuran ala penjual di kota “X” tersebut dengan lapang dada! He..he…!

Masih pakai ‘tapi’, apabila Anda berdua dengan seorang kawan masuk di sebuah rumah makan khas pindang tulang dan kebetulan dengan kawan tersebut berbeda selera terhadap ‘jujur tidaknya’ si pindang tulang, supaya tidak terjadi keributan dengan kawan atau bahkan dengan penjualnya, maka jangan coba-coba memesan masakan tersebut dengan mengatakan kepada si penjual: “Buatkan pindang tulang yang 'sangat' tidak jujur satu porsi untuk saya dan pindang tulang jujur yang 'sejujur-jujur'nya satu porsi saja untuk kawan saya …!”



http://sastrombudeg.blogspot.com