mengapa kita berpencar mencari kecerobohan diri
sedang di lautan telah datang badai penghabisan
tapi di luar jendela, telah terbakar hati
entah siapa yang menyalakannya
mungkin karena ketimpangan yang telah menjadi tetanus
sistemik
mendarah
membuih
membubung tinggi
pucuk-pucuk kelapa bermatian
seperti pecundang
awan melayang
renggang
lalu buyar terbungkam
kita lalu jadi terperangah menyaksikan aneka kejadian
yang hanya menyisakan isak tak berkesudahan
akankah bila terlanjur pecah
hati kita masih dapat disatukan
padahal tamparan-tamparan terlanjur pula saling menyakiti
momentum apalagi yang hendak kita ciptakan
untuk kita tunggu kesekian lama lagi?
di mana mercusuar-marcusuar itu
yang menjadi rambu bagi kapal-kapal pikiran
yang hendak berlabuh pada pantai yang salah
tempat burung-burung camar nan lelah,
disantap ular-ular sang pemangsa